LINTASJATIM.com, Trenggalek – Dunia pondok pesantren selalu menyimpan inspirasi dan himmah atau semangat dalam berkhidmah. Salah satunya dari Agus Muhammad Akifun Nuha.
Gus Akif yang juga mengemban amanah Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) NU Trenggalek dan Pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah Parakan ini menyimpan kisah inspiratif.
Gus Akif muda mulai mondok di Pondok Pesantren Al Falah Ploso pada tahun 2000. Tepat beliau memasuki usia 14 tahun. Anak ke dua dari tiga bersaudara dari Kiai Muhammad Irfan Shidiq dan Bu Nyai Husnul Khotimah, beliau lulus Alfiyah pada 2004.
Anak kedua dari tiga bersaudara lahir di Parakan Trenggalek, 1986 ini menjelaskan bahwa beberapa prinsip hidup yang dipegang hingga sekarang adalah ‘nderek (mengikuti) kiai sampai mati’. Termasuk juga untuk tetap berkhidmah di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso.
“Nderek dawuh (mengikut perkataan) kiai, kunci keberkahan dalam segala urusan. Meluo ngopeni ploso, urip dan pondokmu bakal di openi Gusti Alloh (Ikutlah menghidupi Pondok Ploso, hidup dan pondokmu bakal dihidupi Allah,” tutur Gus Akif, Minggu (16/3/2025).
Ditanya perihal suka duka selama awal-awal menikah berbicara ekonomi, sejak masih ngontrak di Ploso menggeluti dengan berbagai profesi. Mulai nyales pakan lele, jualan baju, jualan gorengan, nyales sunduk sate dan seterusnya.
Sampai ketika sudah pindah ke Trenggalek, nyales roti. Dari sepeda motor smash kreditan ke saudara dibarengi usaha menjadi sales roti dari Kediri dibawa menggunakan motor sederhana.
“Lalu, saya edarkan di Trenggalek sampai 10 krat roti/tingginya menutup tinggi badan,” ulasnya.
Kiai muda berkacamata ini menambahkan suka duka dengan nyales roti ini mendapatkan laba 150 rupiah per roti. Sehingga laba bersih sekitar 35 ribu dalam kurun satu minggu sekali.
“Diminta anak untuk jajan 25 ribu tinggal 10 ribu untuk bensin. Ya begitulah perjuangan sekitar 2 tahun dengan motor smash tua, sering bocor, sering mogok, ditambah hujan,” kenangnya.
Waktu terus berlalu, Gus Akif tumbuh dan selalu menjalankan pesan dan pegangan hidup Masyayikh Pondok Ploso. Beliau bersyukur berkah nderek dawuh untuk selalu khidmah, sekarang diberi kemudahan dalam segala hal.
“Pondok saya waktu ditinggal bapak wafat, sempat habis santrinya, ditambah bangunan yg sudah tua. Alhamdulillah sekarang bangunan sudah bagus semua. Total santri sekitar 350 anak pondok dan nduduk (pulang-pergibngaji), hingga memiliki kendaraan roda 4 lumayan,” akuinya.
Mendapat amanah menjadi salah satu pengurus di Pondok Pesantren Al Falah Ploso mulai 2008 hingga sekarang. Dan hari ini mendapatkan amanah sebagai Penasehat Madrasah di PP Al Falah Ploso Kediri semakin menambah himmah dalam berkhidmah.
Beliau mengatakan mengajar dan menjalankan amanah sebagai pengurus di PP Al Falah Ploso sampai hari ini membuat mobilitas PP Kediri-Trenggalek padat. Yakni jadwal rutin 3 kali dalam 1 minggu.
“Pulang pergi Parakan-Ploso bisa lebih karena ada acara & rapat. Selain jadwal resmi ngajar seminggu 3 kali, saya harus selalu hadir diploso disetiap acara karena masih berstatus pengurus aktif,” bebernya.
Dan masih banyak cerita-cerita yang tidak bisa beliau sebutkan. Mulai pengalaman rohaniyah, himmah dalam berkhidmah, sampai ditakdirkan bisa seperti sekarang ini sebagai Santri Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri. (mad)