LINTASJATIM.com, Malang – Desakan agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang mengambil tindakan tegas terhadap pengelola Florawisata Santerra de Laponte semakin menguat.
Pasalnya, tempat wisata yang kerap ramai pengunjung ini diduga telah beroperasi selama bertahun-tahun tanpa kelengkapan legalitas usaha yang memadai.
Santerra de Laponte, yang dikenal dengan taman bunga dan spot foto Instagramable-nya di wilayah Pujon, kini menjadi sorotan tajam DPRD Kabupaten Malang.
Sejumlah pelanggaran administratif hingga indikasi pelanggaran hukum mencuat ke publik, termasuk ketidaksesuaian izin lahan dan tidak adanya badan usaha resmi.
“Temuan kami menunjukkan bahwa tempat ini tidak punya entitas hukum jelas. Tidak ada badan usaha, tidak ada NPWP, bahkan kemungkinan besar belum pernah menyetor pajak ke negara,” ungkap Zulham Akhmad Mubarrok, Anggota Komisi 4 DPRD Kabupaten Malang, Rabu (4/6/2025).
Berdasarkan dokumen resmi dari Direktorat Jenderal Pajak, diketahui bahwa sejak berdiri pada 2019, Santerra belum membentuk PT maupun koperasi sebagai bentuk legalitas usahanya. Hal ini dikhawatirkan bisa menjadi preseden buruk jika dibiarkan.
“Kalau setiap orang bisa buka usaha tanpa izin, tanpa bayar pajak, ini yang rugi masyarakat dan negara. Pemkab harus menunjukkan wibawanya dengan bertindak tegas,” tegas Zulham.
Ia juga menyayangkan sikap pengelola yang terkesan tidak kooperatif. Menurut Zulham, beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) telah mencoba berkoordinasi agar syarat legalitas dilengkapi, namun diabaikan.
“Sudah enam tahun diingatkan terus, tapi tidak digubris. Sudah saatnya ditutup sementara, atau bahkan disegel kalau tidak juga patuh,” tambahnya.
Masalah tak hanya berhenti di aspek perizinan. Zulham menyebut adanya dugaan alih fungsi lahan tanpa izin dan ketidaksesuaian antara luas bangunan yang diizinkan dan yang dibangun.
Data menunjukkan bahwa IMB yang dikeluarkan pada 2019 hanya mengizinkan pembangunan seluas 400 meter persegi, sementara saat ini lahan yang dimanfaatkan mencapai 3,6 hektare.
“Kita khawatir ini menyangkut alih fungsi lahan produktif. Ini bukan hal sepele dan aparat penegak hukum wajib turun tangan,” katanya.
Dukungan atas tindakan tegas terhadap Santerra juga datang dari Komisi 2 DPRD Kabupaten Malang. Muhammad Ukasyah Ali Murtadlo menyoroti dampak sosial dari kegiatan wisata ini, khususnya kemacetan lalu lintas yang kerap terjadi di jalur utama Batu–Pujon.
“Santerra tidak punya Amdal Lalin, padahal antrian masuknya sudah mengganggu arus lalu lintas. Ini jalan rawan, banyak tanjakan dan belokan curam. Keselamatan pengguna jalan juga harus dipertimbangkan,” ujar Ukasyah.
Ia juga menyinggung dugaan adanya praktik-praktik tak sehat dalam operasional Santerra.
“Kalau ada pengusaha yang mengaku dibekingi pejabat atau ormas tertentu, itu harus diluruskan. Presiden Prabowo sendiri sudah jelas menolak segala bentuk premanisme,” tegasnya.
Ukasyah menilai, sudah saatnya Dinas Perhubungan dan Satpol PP bertindak berdasarkan regulasi. Penyegelan bisa dilakukan jika memang ditemukan pelanggaran nyata.
“Ketertiban usaha adalah fondasi pemerintahan yang adil. Jangan sampai kesan pembiaran mencederai kepercayaan publik,” tutupnya.