Dari Gambar Tumbuh Asa: Anak-Anak Indonesia di Malaysia Belajar Merangkai Masa Depan

Situasi pembelajaran di Sanggar Belajar Kelang, Malaysia
Situasi pembelajaran di Sanggar Belajar Kelang, Malaysia

LINTASJATIM.com, Kuala Lumpur – Suara tawa anak-anak terdengar dari sebuah ruang sempit di sudut Kelang, Malaysia. Di tengah tumpukan lembar bergambar, tangan-tangan kecil sibuk menyusun potongan cerita. Mereka bukan sekadar bermain, melainkan sedang belajar. Mereka belajar membaca, berpikir, dan bermimpi.

Inilah aktivitas harian di Sanggar Belajar Kelang, sebuah tempat sederhana tempat anak-anak Indonesia, anak-anak para pekerja migran mengecap pendidikan.

Bacaan Lainnya

Di tengah keterbatasan fasilitas, mereka tetap belajar dengan penuh semangat. Bagi mereka, pendidikan bukan pilihan, tapi kebutuhan yang harus diperjuangkan.

Harapan tumbuh lewat kehadiran program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang digagas oleh tim dosen dari Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Surabaya.

Tim ini melibatkan Abdul Aziz Khoiri, S.Pd., M.Pd., dari Universitas Negeri Surabaya, bersama dua rekannya, Dr. Moh. Ahsan Shohifur Rizal, M.Pd., dan Dr. Abdul Kholiq, M.Pd.

“Kami membawa media cerita bergambar, tujuannya bukan hanya mengenalkan literasi dasar, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak-anak,” ungkap Abdul Aziz Khoiri, ketua tim PKM.

Dengan metode sederhana, anak-anak diminta menyusun gambar berdasarkan alur cerita. Dari situ, mereka diajak memahami tokoh, menganalisis peristiwa, dan melatih logika. Bukan sekadar hafalan, melainkan pemahaman yang mendalam.

Namun, upaya ini tidak berjalan tanpa tantangan. Aziz mengungkapkan bahwa sebagian besar anak-anak di Sanggar Belajar Kelang lebih fasih menggunakan Bahasa Melayu daripada Bahasa Indonesia.

“Seringkali kami harus menggunakan Bahasa Melayu untuk menjelaskan materi. Tapi pelan-pelan, kami kenalkan kembali Bahasa Indonesia agar mereka tetap terhubung dengan akar identitas mereka,” katanya.

Kondisi fasilitas juga menjadi ujian tersendiri. Ruang belajar terbatas, alat peraga seadanya, dan para pengajar kebanyakan relawan yang bukan berasal dari latar pendidikan formal. Namun, justru dari keterbatasan itu tumbuh ketulusan yang luar biasa.

“Ada relawan yang hanya lulusan SMA, tapi semangat dan dedikasi mereka sangat luar biasa. Mereka rela meluangkan waktu dan tenaga demi masa depan anak-anak ini,” tutur Aziz.

PKM ini tak hanya fokus mengajar, tetapi juga membangun ekosistem belajar yang berkelanjutan. Anak-anak diajak untuk aktif berpikir, bertanya, dan memahami dunia di sekitar mereka.

Harapannya, pendekatan ini bisa menumbuhkan generasi tangguh yang tetap mencintai tanah air meski tumbuh di negeri rantau.

Aziz berharap kegiatan serupa bisa terus dikembangkan.

“Kami butuh keberlanjutan. Pendidikan anak-anak Indonesia di luar negeri harus jadi tanggung jawab bersama,” tegasnya.

Saat hari beranjak senja, anak-anak di sanggar mulai merapikan gambar-gambar mereka. Bagi mereka, setiap lembar cerita bukan sekadar pelajaran. Ia adalah cermin harapan yang disusun perlahan, dengan semangat dan cinta untuk masa depan yang lebih baik.

Pos terkait