Petani Minta Kementan Lindungi Keberlangsungan Tembakau-Cengkeh sebagai Komoditas Strategis Nasional

Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan Kementerian Pertanian (Kementan RI), Rizal Ismail menerima surat permohonan. (Humas APTI)
Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan Kementerian Pertanian (Kementan RI), Rizal Ismail menerima surat permohonan. (Humas APTI)

LINTASJATIM.com, Tulungagung – Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan Kementerian Pertanian (Kementan RI), Rizal Ismail sudah surat permohonan perlindungan dari perwakilan petani tembakau dan petani cengkeh.

Surat langsung diserahkan Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dan Sekjen Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI). Poin penting dalam surat itu meminta komitmen Kementan RI melindungi keberlangsungan tembakau dan cengkeh sebagai komoditas strategis nasional sebab menjadi ladang penghidupan jutaan petani di Indonesia.

Bacaan Lainnya

Para petani khawatir melalui kepungan regulasi diskriminatif dengan ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang tengah dikebut penyusunannya oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Rizal Ismail mengaku secara regulasi berupaya melindungi keberlangsungan komoditas dan petani tembakau serta cengkeh. Kontribusi tembakau dan cengkeh sangat besar. Ini perlu disuarakan dan ini akan menjadi concern kita bersama.

“Ke depan, kita akan terus mengawal. Masih ada ruang dan waktu untuk perbaikan. Kami setiap saat di Kementan terbuka untuk menerima masukan, ujar Rizal Ismail dalam keterangannya, Kamis (12/09/2024).

Rizal Ismail mengatakan usai Bunex, akan mengundang rekan-rekan asosiasi gun membahas dan menyampaikan masukan lagi terutama kepada Presiden Terpilih yang sangat memperhatikan petani.

“Beliau sangat pro petani. Harapannya agar keluh kesah kita dapat didengar,” jelasnya.

Sementara Sekretaris Jenderal DPN APTI, Kusnasi Mudi menerangkan saat ini merupakan masa puncak panen tembakau di seluruh Indonesia. Seluruh petani tembakau di 15 propinsi sedang menuai hasil panen dengan penuh optimisme.

Akan tetapi, sayangnya di tengah perasaan riang gembira tersebut, mereka dihadapkan pada ketakutan dan tekanan atas regulasi eksesif yakni kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK yang masih dalam tahap penyusunan, dan PP No. 28 tahun 2024 yang sudah terbit.

“RPMK dan PP. No 28 Tahun 2024 ini mengabaikan sentralitas dan strategis komoditas tembakau. Ingat, ada 2.5 juta petani tembakau yang akan terdampak langsung dari pasal-pasal pertembakaun di peraturan ini,” ujarnya.

Dikatakan Mudi, tembakau merupakan salah satu mata pencaharian andalan petani yang masih bisa tumbuh di saat kemarau. Hanya tembakaulah yang bisa diandalkan. Secara otomatis, aturan kemasan polos dan PP ini akan memukul petani.

Ia mengungkapkan kekecewaan dan keberatannya atas wacana kemasan rokok polos tanpa merek dan berbagai pasal lainnya dalam PP. No 28 tahun 2024 yang memukul sektor pertembakuan.

Masih menurut Mudi, hal ini menunjukkan ketikdasinambungan penyusun kebijakan, ketika di satu sisi tembakau diusulkan bahwa tembakau sebagai komoditas strategis, di sisi lain ada aturan yang memberatkan.

“Kami, berharap pemerintah dapat menghentikan segala proses aturan turunan PP ini dan meninjau ulang pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif di PP. No 28 Tahun 2024, hingga masukan petani diakomodir,” ujarnya.

Sebagai informasi, saat Indonesia memiliki perkebunan tembakau seluas 191,8 ribu hektare (ha) pada 2023. Luasnya berkurang sekitar 4,38% atau 8,8 ribu ha dari 2021 yang sempat mencapai 200,6 ribu ha.

Sepanjang 2023, hanya ada 15 provinsi yang memiliki perkebunan tembakau. Adapun Jawa Timur menjadi provinsi dengan perkebunan tembakau terluas se-Indonesia, yakni 90,6 ribu ha. Proporsinya setara 47,23% dari total luas perkebunan nasional. Berikutnya ada Jawa Tengah yang memiliki perkebunan tembakau seluas 50 ribu ha. Diikuti NTB dan Jawa Tengah yang masing-masing memiliki 34,3 ribu ha dan 8 ribu ha.

Terpisah, Sekjen APCI, I Ketut Budhyman Mudara, menerangkan adanya PP.No 28 Tahun 2024 dan upaya perampungan RPMK nya jelas mengancam posisi Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara eksportir cengkeh terbesar di dunia.

“Indonesia tercatat rata-rata volume ekspor tahun 2017-2021 sebesar 24,45 ribu ton atau memberikan kontribusi sebesar 32,18% dari total volume ekspor cengkeh dunia,” paparnya.

Ia menambahkan seluruh hasil produktivitas 1,5 juta petani cengkeh di Indonesia diserap 97%-nya untuk industri rokok kretek. Dan, harus diingat pula, bahwa tanaman cengkeh di Indonesia lebih kurang 97% diusahakan oleh rakyat dalam bentuk perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh provinsi.

“Efek keberadaan aturan yang tidak adil ini sangat besar bagi nasib petani cengkeh ke depannya!” tandas Budhyman.

Pos terkait