LINTASJATIM.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo memutuskan mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur pembukaan investasi industri minuman keras.
“Bersama ini, saya sampaikan, saya putuskan, lampiran perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut,” ujar Presiden Jokowi saat memberikan keterangan pres Presiden Republik Indonesia melalui Youtube Sekretariat Presiden pada Selasa (2/3).
Keputusan tersebut diambil setelah Jokowi menerima masukan dari berbagai pihak, khususnya dari para ulama di Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas lainnya.
“Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain. Juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal memicu polemik di masyarakat. Pasalnya, Perpres itu memuat lampiran tentang pembukaan investasi untuk minuman keras.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyampaikan bahwa Perpres investasi miras banyak menimbulkan madharat.
“Kita sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi miras. Dalam Al-Qur’an dinyatakan wa laa tulqu biaidikum ilattahlukah (dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan),” kata Kiai Said, Senin (1/3).
Lebih lanjut ia mengatakan, kebijakan pemerintah harus mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Hal itu sejalan dengan kaidah fikih yang kerap disebutkan, yakni kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat (tasharruful imam ala raiyyah manutun bil maslahah).
“Karena agama telah tegas melarang, maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik,” ujar Pengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan ini.
Bahaya dan dampak negatif yang ditimbulkan dari minuman keras, menurutnya, harus dicegah dan tidak boleh ditoleransi. Kiai Said mengutip kaidah fikih yang lain. Dinyatakan, ar-ridha bissyai-in ridha bimaa yatawalladu minhu (rela terhadap sesuatu berarti rela terhadap hal-hal yang keluar dari sesuatu itu).
“Kalau kita rela terhadap rencana investasi miras ini, maka jangan salahkan kalau nanti bangsa kita rusak,” ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU KH Bukhori Muslim juga meminta pemerintah agar kebijakan yang dikeluarkan tidak mengesampingkan nilai Ketuhanan sebagai sila pertama. Sebab, menurutnya, semua kebijakan harus berhulu pada nilai-nilai agama.
“Harusnya semua kebijakan pemerintah bermula dan didasarkan pada nilai-nilai agama. Itu yang penting. Jangan hanya karena, maaf, kepentingan ekonomi dan kepentingan yang mendatangkan keuntungan materi lalu mengesampingkan prinsip ketuhanan,” tegas Kiai Bukhori, Senin (1/3).