Medsos, Pornografi Remaja dan Etika Islam

Ilustrasi medsos
Ilustrasi medsos

Oleh:
Lukman Hakim
(Dosen Komunikasi IAIN Kediri)

Globalisasi merupakan fenomena mendunia yang memangkas hambatan jarak, waktu dan nilai sosial budaya yang ada di tengah masyarakat. Globalisasi juga membuat kemajuan pengetahuan dan teknologi semakin tak terbendung. Salah satu sumbangan yang hingga kini tak pernah terpisahkan dan kian popular adalah internet termasuk di dalamnya media sosial (medsos).

Bacaan Lainnya

Platform teknologi medsos seperti Facebook, Twitter, Blog, Tumblr, LinkedIn, Youtube, Path dan medsos lainnya berubah menjadi tren yang begitu digandrungi oleh generasi muda. Hampir seluruh remaja kota, tak jarang hingga pelosok desa memiliki beragam medsos untuk menunjang berbagai aktivitasnya sehari-hari.

Medsos selanjutnya berkembang menjadi sarana komunikasi sosial secara online di dunia maya. keberadaannya memberikan pengaruh besar terhadap pola interaksi remaja dengan berbagai jenis konten yang tersedia. Medsos dapat berfungsi edukasi, memberikan pendapat dan saling memberikan informasi satu sama lain.

Selain itu, medsos juga berguna sebagai media eksistensi diri. Remaja yang menggunakan medsos dapat menampilkan kegiatan dan aktifitas yang sedang dikerjakan, menyampaikan ide segar dan mengekspresikan perasaan mereka bahkan menuju era pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah sering dijumpai “pelapak muda” memanfaatkan medsos untuk mempromosikan barang dagangannya.

Namun sebuah penelitian berjudul “Digital Citizenship Safety among Children and Adolescents in Indonesia” yang digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama United Nations Emergency Children’s Fund (UNICEF) menyimpulkan beberapa hal yang menarik. Salah satunya mayoritas anak dan remaja Indonesia telah terekspos dengan konten pornografi, terutama ketika muncul secara tidak sengaja atau dalam bentuk iklan yang memiliki bernuansa vulgar.

Hal mengejutkan lain, Data dari Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) Jawa Timur, Otto Bambang Wahyudi. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun terdapat sebanyak 32.231 orang yang menderita HIV/AIDS sementara di Kota Surabaya mencapai 9.375 orang. Dari angka tersebut dari kalangan remaja meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 116,67 persen.

Menurut Otto, faktor utama meningkatnya penderita AIDS adalah perilaku seks bebas. Berdasarkan hasil temuan di lapangan perilaku seks bebas tidak lagi didominasi usia dewasa namun telah menyasar kalangan pelajar dan mahasiswa. Efek konten negatif dari medsos, sambung Otto, merupakan salah satu penyebab yang tidak bisa dinafikan.

“Muatan pornografi sangat mudah muncul di medsos, selanjutnya mengakses film porno. Jangan salah dimulai dari hal kecil itu mereka terstimulasi melakukan seks bebas hingga tertular HIV/AIDS,” terangnya saat berbincang bersama penulis dalam acara peringatan Hari AIDS Sedunia di Balai Pemuda Surabaya belum lama ini.

Fakta-fakta tersebut membawa kita pada kesimpulan ada korelasi positif antara efek medsos dan pornografi. Mengacu pada UU 44/2008, Pornografi dapat diartikan gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Porno, umumnya dikonotasikan sebagai hal negatif menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan seksual-biologis yang merangsang birahi seseorang. Porno dapat berbentuk ucapan (Pornoorasi), tindakan (Pornoaksi), gambar (Pornografi) dan porno dalam bentuk yang lain.

Secara tidak langsung film porno dapat mempengaruhi sikap dan perilaku remaja. Ini sangat dimungkinkan terjadi apabila muncul dorongan dalam diri mereka untuk menyaksikan tayangan dan mengimitasi hal-hal yang terdapat dalam film tersebut.

Elizabeth B Hurlock (1997) berpendapat informasi tentang seks coba dipenuhi remaja dengan cara membahas bersama teman-teman, membaca buku-buku tentang seks atau mengadakan percobaan dengan jalan seks menyimpang.

Kemajuan teknologi dewasa ini memang tidak dapat dipungkiri memudahkan remaja untuk memperoleh dan menonton konten seks. Hal tersebut cenderung menjerumuskan remaja pada permasalahan seksual dan tingkah laku seksual yang tidak bertanggung jawab hingga berujung pada tindakan kriminal seperti perkosaan hingga pembunuhan.

Pornografi dalam Pandangan Etika Islam

Setiap individu yang mengidentifikasi dirinya sebagai manusia beragama Islam, sinkronisasi tindakan dengan ketentuan Alquran dan sunnah untuk mencapai pola kehidupan yang integral menjadi sebuah keharusan. Islam menjadi sumber sistem etika normatif dan etika religius, selain itu juga sebagai sistem pertahanan sosial. Setiap perilaku yang mengarah pada penghancuran sistem atau sendi kehidupan sosial termasuk pornografi merupakan hal yang harus dihindari.

Etika yang dianjurkan dalam ajaran Islam tercantum di dalam Alquran dan Sunnah, dengan mengikuti contoh dari teladan Nabi Muhammad SAW. Terkait pornografi, Alquran surat Al-Isra’ ayat 32 secara eksplisit telah menyinggung. “Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.

Penegasan serupa juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah, berbunyi “Melihat sesuatu yang membangkitkan gairah (an-nazhar bi syahwah) dinamakan zina (zina mata) dan hukumnya haram”. Jelas, bahwa Islam tidak memberikan ruang sedikitpun pada perilaku yang berpotensi menghancurkan peradaban bangsa.

Kini, sudah saatnya seluruh elemen masyarakat terutama para orang tua untuk mengevaluasi interaksi yang dibangun dengan anak. Tentu sebagai orang tua, tidak hanya berkewajiban untuk memenuhi kebutuhannya secara lahir batin seperti membelikannya gadget agar hati sang anak senang. Lebih dari itu, perhatian dan pengawasan setiap perilaku harusnya tetap menjadi prioritas.

Orang tua dapat menjadi sahabat yang setia menemani sang anak berselancar di medsos tanpa harus merasa khawatir. Di sini orang tua dapat bergabung dan berkomunikasi secara intensif dengan anak-anak untuk menciptakan lingkungan yang aman dan positif bagi pertumbuhan dan perkembangannya.

Para remaja harus didorong untuk aktif melakukan hal-hal positif dan bermanfaat di medsos. Mereka diarahkan dan diajarkan cara menggunakan medsos untuk kepentingan belajar, mengakses informasi yang sesuai dan memberikan rambu-rambu agar tidak tertarik pada konten negatif. Penulis masih yakin, apabila ini dilakukan secara bersama-sama, remaja kita akan menjadi remaja berakhlak yang membanggakan. Semoga.


**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)

Pos terkait