LINTASJATIM.com, Malang – Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Kabupaten Malang menyatakan penolakan tegas terhadap wacana pengembalian mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Wacana yang kembali mengemuka di kalangan elit politik nasional tersebut dinilai berpotensi merampas kedaulatan rakyat dan melemahkan demokrasi.
Koordinator Daerah JPPR Kabupaten Malang, Koko Widiono Wiratmoko, menilai gagasan tersebut sebagai langkah mundur yang bertentangan dengan semangat reformasi dan amanat konstitusi.
“Jika Pilkada dikembalikan ke DPRD, ini bukan evaluasi demokrasi, melainkan pembajakan demokrasi. Rakyat dipaksa menyerahkan kedaulatannya kepada segelintir elit politik di parlemen,” tegas Koko di Kepanjen, Minggu (14/12/2025).
Ia menilai alasan efisiensi anggaran dan upaya meminimalkan konflik yang kerap dijadikan dalih tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, alasan tersebut justru berpotensi melanggengkan dominasi oligarki partai politik.
JPPR Kabupaten Malang juga menyoroti anggapan bahwa Pilkada langsung menjadi sumber maraknya politik uang. Koko mengakui praktik tersebut memang ada, namun pengembalian mekanisme pemilihan ke DPRD dinilai bukan solusi yang tepat.
“Jika dipilih langsung oleh rakyat, praktik politik uang terjadi secara menyebar. Namun jika melalui DPRD, transaksi politik berpotensi berlangsung secara tertutup dan borongan. Ini justru lebih sulit diawasi publik,” jelasnya.
Ia menambahkan, praktik tersebut berisiko meningkatkan peluang korupsi karena berlangsung di ruang-ruang kekuasaan yang minim pengawasan.
Selain itu, JPPR menilai legitimasi kepala daerah yang dipilih melalui DPRD akan lemah di mata publik. Kepala daerah dinilai lebih terikat pada kepentingan partai politik dan anggota dewan dibandingkan aspirasi masyarakat.
“Kita tidak ingin memiliki bupati atau wali kota yang takut pada DPRD, tetapi berani mengabaikan rakyat. Pilkada langsung adalah mekanisme paling rasional untuk menjaga akuntabilitas pemimpin daerah,” ujarnya.
JPPR mengakui bahwa Pilkada langsung membutuhkan biaya politik yang tinggi. Namun, solusi yang ditawarkan seharusnya berupa perbaikan sistem, bukan dengan memangkas hak pilih rakyat.
“Ibarat ada tikus di lumbung padi, yang harus ditangkap adalah tikusnya, bukan lumbungnya yang dibakar. Penegakan hukum terhadap mahar politik dan pembatasan dana kampanye jauh lebih penting,” tegas Koko.
Sebagai penutup, JPPR Kabupaten Malang mendesak elit politik di tingkat pusat dan daerah untuk menghentikan wacana Pilkada melalui DPRD. JPPR juga mengajak mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, dan elemen publik lainnya untuk mengawal isu tersebut agar tidak berujung pada kebijakan atau regulasi.
“Kami siap mengonsolidasikan lembaga-lembaga yang tergabung dalam konsorsium JPPR untuk melawan segala upaya yang berpotensi mengerdilkan suara rakyat,” pungkasnya.






