LINTASAJATIM.com, Surabaya – PBNU meminta Pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pilkada tahun 2020 pada Desember mendatang. Hal ini lantaran jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat.
Ketua PBNU, KH. Said Aqil Sirioj meminta KPU dan DPR menunda Pilkada tahun 2020.
Menanggapi hal itu, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menjelaskan bahwa keselamatan dan kesehatan masyarakat adalah hal yang sangat penting.
Katib Syuriah PWNU Jatim KH. Safruddin Syarif ikut menanggapi terkait hal ini. Pilkada 2020 ini justru dikhawatir akan memunculkan klaster baru, mengingat angka kasus Covid-19 tak menunjukkan kurva penurunan.
“Untuk PWNU, saya pribadi sebagai salah satu pengurus PWNU sangat setuju dengan usulan PBNU karena jelas di Jakarta khususnya, peningkatan pasien penderita Corona ini sangat signifikan,” ujar Kiai Safruddin di Surabaya, Senin (21/9/2020).
Kiai Safruddin menambahkan bahwa pilkada dengan menerapkan protokol kesehatan sulit direalisasikan, serta ditakutkan mengundang banyak kerumunan yang akan menyebabkan makin bertambahnya kasus Covid-19.
Kiai Safrudin meminta Pilkada ditunda hingga ditemukannya vaksin Covid-19 pada akhir 2020 nanti. Dengan adanya vaksin nantinya akan menyebabkan masyarakat tak mudah terpapar Covid-19 dan kekebalan tubuh masyarakat makin kuat.
Kiai Safruddin menegaskan bahwa pernyataannya tak mengandung unsur politik.
“Di Jatim kita menjaga bagaimana institusi NU tidak dibawa-bawa pada saat terjadinya Pilkada. Hanya itu saja instruksi yang sudah kita keluarkan. Itu pun sebenarnya sebatas usulan, jadi PBNU sebatas usulan,” jelasnya.
“Artinya kita sangat peduli betul dengan kesehatan masyarakat dan membantu pemerintah di dalam penanganan COVID-19. Oleh karena itu, kita mengeluarkan surat edaran itu. Perkara kemudian KPU berbicara lain ya terserah,” tambahnya.
Kiaf Safruddin menyatakan bahwa pendaftaran Pilkada di beberapa daerah kemarin saja banyak tak menerapkan protokol kesehatan sehingga lebih baik Pilkada ditunda.
“Yang jelas kita sudah memberikan sebuah petunjuk karena pendaftaran kemarin saja kita akui di beberapa daerah itu jelas tidak bisa menerapkan protokol kesehatan. Kita lihat realnya saja. Belum lagi kalau kampanye. Belum kalau misalnya ada pertemuan, perkumpulan, itu rasanya sangat sulit sekali,” imbuhnhya. (Mardiyah/Stj)