LINTASJATIM.com, Lamongan – Forum Diskusi Poros Pantura (FDPP) Lamongan melakukan diskusi publik menyoroti atas Raperda Usulan dari Pemerintah Kabupaten Lamongan bertempat di Gedung Rukun Nelayan Desa Kemantren, Minggu (19/7/2020).
Raperda yang menjadi sorotan antara lain Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah, Raperda Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perencanaan Paciran Tahun 2020-2040 (RDTR BWP Paciran) dan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten Lamongan Tahun 2020–2040 (RPIK).
Pakar, tokoh hingga aktivis turut hadir dalam diskusi tersebut, yaitu Ispandoyo, SH, (Pakar Hukum Lamongan, Pengurus LPBHNU Lamongan Sekaligus Kordinator FDPP), Rahardi Puguh Raharja (Aktivis Lingkungan Lamongan).
Selain itu juga hadir Anggota DPRD Lamongan yakni Mutoyo Fraksi PPP dan Matlubur Rifa’i Fraksi PAN. Keduanya merupakan Pansus 1 yang membahas tentang materi Raperda.
Koordinator forum FDPP, Ipandoyo, SH. mengatakan ada beberapa Raperda yang diniai bermasalah terutama Raperda RDTR BWP Paciran tentang sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
“Pada Pasal 27 Ayat 9, pengelolaan limbah B3 akan dilakukan di 13 titik di Kecamatan Paciran. Jelas ini sangat berbahaya apalagi mengancam atas konteks sosial masyarakat, ekonomi, dan paling utama lingkungan sekitar,” ungkapnya.
“Kami menolak dan bahkan kalau perlu dikembalikan dulu agar direvisi oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan. Sehingga tidak terkesan Copy Paste saja dari Kabupaten lain. Pasal kontroversi utamanya Pasal 27, Harus di Revisi kalau tidak akan menimbulkan kesengsaraan terhadap Rakyat,” tegasnya.
Sementara itu, Mutoyo Sebagai Anggota DPRD sekaligus Sekretaris Pansus 1 menyatakan, akan menerima semua masukan dari peserta diskusi untuk dibawa pada rapat pansus.
“Kami menerima masukkan dari temen-teman semuanya agar nanti saya bawa ke Rapat Pansus pada tanggal 23 Juli 2020. Bahkan kalau bisa nanti harus ada perwakilan dari pantura untuk ikut rapat Pansus tersebut,” tandasnya.
Dikesempatan yang sama, Matlubur Rifai Anggota DPRD Fraksi PAN mengatakan, Pansus 1 yang membahas tentang Raperda RTRW dan Raperda RDTR BWP Paciran merupakan hal yang menarik sehingga dalam prosesnya menjadi rebutan dan penuh dinamika.
“Maka Diskusi ini sangat penting sehingga hasil dari diskusi ini bisa kita bawah di Rapat Pansus yang akan datang,” katanya.
Sementara itu, Puguh Rahardi Raharjo sebagai aktivis lingkungan mempertanyakan terkait naskah akademik terkait raperda tersebut. Sampai hari ini naskah akademik belum bisa diakses.
“Naskah akademik itu sangat penting sehingga tau tujuan dan maksud dari raperda yang dipermasalahkan ini. Dari 6 Raperda yang di usulkan oleh Pemkab belum ada naskah akademik,” terang Puguh.
Puguh menambahkan, rakyat perlu tahu bagaimana rencana pembangunan industri di lamongan. Bagaimana proses memahami konteks pada proyek pembebasan tanah di Kemantren tahun 1995.
“Ada proyek industrialisasi di kawasan pantura dan rakyat tidak tau. Kalau tidak tau tata ruang perencanaan yang benar-benar dikaji nanti berbahaya. Paling bahaya adalah para investor serta para makelar yang akan beli tanah dengan murah, beli terendah di tahun 1995 – 1998 permeter 600 rupiah,” ungkapnya.
Kata Puguh, apalagi ketika membaca Raperda akan ada jalan tol atau bebas hambatan yang banyak di lahan pertanian produktif. Jelas itu itu dapat memicu konflik horizontal. (Ruri/Stj)