LINTASJATIM.com, Surabaya – Masyarakat Jawa Timur akan merayakan Idul Adha 2022 ini di tengah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Bahtsul Masail (LBM) menyatakan sikap bahwa hewan ternak terjangkit PMK, bahkan yang bergejala ringan, tidak memenuhi syarat menjadi hewan kurban.
“Hewan yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dengan menunjukkan gejala klinis-meskipun ringan-tidaklah memenuhi syarat untuk dijadikan kurban,” demikian keterangan tertulis PBNU dikutip dari detikEdu, Jumat (10/6/2022).
Seperti disebutkan di dalam pernyataan yang ditandatangani Ketua LBM PBNU KH Mahbub Ma’afi Rahman hewan ternak bergejala klinis PMK dianggap memiliki titik persamaan dengan kriteria aib atau cacat sekaligus kriteria ketidaksahan hewan di dalam hadits Rasulullah SAW. Bahkan yang hanya mengalami gejala klinis ringan.
“Titik persamaannya berupa penurunan berat badan pada gejala ringan, pincang, dan kematian,” bunyi pernyataan yang disetujui Selasa (7/6/2022) tersebut.
Argumen yang menguatkan sikap PBNU
PBNU menghadirkan dokter ahli dalam forum Bahtsul Masail. Dokter itu menyatakan bahwa salah satu gejala klinis ringan yang ditemukan pada hewan ternak terjangkit PMK adalah penurunan berat badan pada kisaran antara 1-2 kilogram per hari.
Tidak hanya itu, gejala PMK ringan juga ditandai munculnya lesi di lidah dan gusi, demam yang mencapai 40-41 derajat celsius, juga disertai nafsu makan menurun, hingga lesi pada kaki.
Kesepakatan PBNU dalam Bahtsul Masail itu juga mengacu pada salah satu hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang sejumlah kecacatan yang menjadi penentu keabsahan hewan menjadi hewan kurban. Rasulullah SAW bersabda,
“Ada 4 hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, (1) yang sebelah matanya jelas-jelas buta, (2) yang jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang kakinya jelas-jelas pincang, dan (4) yang badannya sangat kurus dan tak berlemak,” (HR Ibnu Majah).
PBNU juga melandaskan kesepakatan itu pada pernyataan Ahli Fiqih Sa’id Bin Muhammad Ba’ali al-Hadhrami. Bahwa di dalam hadits Rasulullah SAW itu adalah hewan ternak yang dagingnya berkurang saat itu juga (hal) atau memiliki potensi berkurang di kemudian hari (ma’al).
Pemerintah perlu memberi bantuan bagi peternak
Berdasarkan kesepakatan itu, LBM PBNU merekomendasikan kepada pemerintah untuk terlibat langsung mengecek kesehatan hewan kurban di tengah masyarakat. Mulai dari melakukan disinfeksi kandang hingga vaksinasi terhadap hewan ternak yang belum terjangkiti PMK.
Tidak hanya bagi hewan yang belum terdampak PMK, PBNU juga memberi saran kepada pemerintah agar memperhatikan para peternak yang memiliki hewan ternak terdampak PMK.
“Pemerintah perlu memberikan bantuan finansial kepada para peternak kecil yang terdampak PMK,” tulis PBNU.
PMK pada hewan ternak dikategorikan sebagai penyakit menular yang bersifat akut dan mengakibatkan kematian pada hewan ternak. Gejala PMK sendiri dapat diurutkan dari yang ringan hingga yang berat.
Pada gejala ringan akan muncul lesi di lidah dan gusi pada hewan ternak, demam hingga 40-41 derajat celsius, penurunan nafsu makan dan lesi pada kaki.
Sedangkan gejala kategori berat munculnya lepuhan besar yang bila pecah akan menimbulkan bekas luka, menyebabkan hewan ternak pincang, penurunan berat badan, serta menurunkan produksi susu secara signifikan hingga berujung kematian.
Dalam keterangan tertulisnya PBNU juga menyebutkan bahwa gejala-gejala PMK itu mengakibatkan beberapa bagian tubuh hewan yang terjangkit PMK tidak dapat dikonsumsi.