Seorang Pedagang Krupuk Warga Desa Sumberduren Tarokan Kediri Tolak BLT

Gambar Ilustrasi

LINTASJATIM.com, Kediri – Disaat banyak warga mengharap bantuan di tengah pandemi, pria ini justru menolaknya. Dia adalah M Roikhan. Setiap hari, pria asal Desa Sumberduren, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri ini berjualan kerupuk rambak.

Suasana Dusun Brambang, Desa Sumberduren, sangat lengang, siang itu (18/5/2020). Sepertinya, warga desa di Kecamatan Tarokan itu menerapkan physical distancing karena pandemi Covid-19. Mereka berusaha memutus penularan virus tersebut.

Bacaan Lainnya

Akibat korona, warga di sana juga merasakan dampaknya. Beberapa orang kesulitan ekonomi. Karenanya, sama seperti kampung-kampung lain di Kabupaten Kediri, perangkat desa Sumberduren juga mengurkan bantuan kepada masyarakatnya yang terkena imbas.

Bantuan tersebut diambilkan dari dana desa (DD). Satu kepala keluarga (KK) mendapat Rp 600 ribu yang bisa dipakai sampai Juli nanti.

Namun, tidak semua warga berharap bantuan tersebut. Salah satunya adalah M Roikhan. Dia menetap di sebuah rumah bercat kuning di tepi jalan desa. Saat koran ini bertandang ke sana, ada Roikhan dan Kholifatun Ni’mah, sang istri, yang menyambutnya.

Menurut Roikhan, namanya memang masuk dalam daftar penerima BLT akibat dampak Covid-19. Di RT-nya, RT 5 RW 3, ada 18 KK yang menerima bantuan. Nama-nama penerima tersebut diputuskan dalam pertemuan di Kantor Desa Sumberduren.

“Nama saya masuk. Kula mboten pengajuan lan mboten tumut pertemuan. Nanging disanjangi angsal ngoten,” ucapnya.

Mendapat kabar tersebut, Roikhan bukannya senang. Dia malah berpikir untuk menolak. Karena itulah, dia berdiskusi dengan kakak dan juga istrinya.

“Setelah diskusi, akhirnya saya putuskan menolak bantuan. Saya bilang ke Pak Lurah (kepala desa) kalau mengundurkan diri,” ungkap pria 30 tahun ini.

Pihak desa langsung merespon cepat keputusan Roikhan. Mereka membuatkan surat pengunduran diri untuk tidak menerima BLT. Siang itu, perangkat Desa Sumberduren datang mengantarkan surat pernyataan tersebut. “Dari desa ada yang datang ke rumah membawa surat,” ucapnya.

Roikhan punya alasan soal penolakan tersebut. Dia merasa tidak pantas mendapatkan bantuan. Namun, hal itu bukan berarti tidak menghormati kerja keras perangkat desa yang sudah memasukkan namanya.

Dia mengakui penjualan kerupuk rambaknya ikut terdampak pandemi. Tapi, dia masih bisa berdagang setiap harinya. Apalagi di saat bulan puasa seperti ini. Dagangannya tetap banyak pesanan meskipun tidak seramai tahun-tahun sebelumnya.

“Alhamdulillah kerupuk saya laku. Masih punya penghasilan. Cukup buat makans sehari-hari,” kata bapak satu anak ini.

Menurutnya, ada yang lebih berhak menerima bantuan dibanding dirinya. Karenanya, dia menyarakan agar BLT diberikan kepada masyarakat yang tidak memiliki penghasilan lagi.

Kata dia, usaha krupuk rambak tersebut berjalan sejak 2016. Setelah diproduks sendiri di rumahnya, dia menitipkan kerupuk tersebut di warung-warung. “Sekitar Kediri dan Nganjuk. Warujayeng dan Loceret,” ungkapnya.

Karena hanya dilakukan sendiri bersama sang istri, produksinya pun tidak bisa banyak dan tidak dilakukan setiap hari. “Buat sedikit kemudian dipasarkan. Sedikit-sedikit saja,” ucapnya.

Untuk penjualannya, dia masih melakukan secara sendiri dengan mengantarkan ke warung-warung langganannya. Di luar itu, saudaranya ternyata juga ikut membantu untuk memasarkannya secara online. “Kalau tetangga sekitar ada juga yang beli apalagi menjelang hari raya,” imbuhnya.

Sebelum ada pandemi, Roikhan juga tidak pernah menerima BLT. Karenanya, penolakan tesrebut merupakan kasus pertama. “Mudah-mudahan orang yang membutuhkan dapat menerima bantuan,” kata Roikhan.

Selain Roikhan juga ada warga lain yang menolak BLT atas nama Ruslan seorang Sopir, Pipin Seorang Pedagang, keduanya warga Desa Sumberduren. Serta satu orang warga Desa Wonoasri Grogol atas nama Nyoradi seorang tukang becak.

Source: radarkediri.jawapos.com, Lihat Artikel Asli

Pos terkait