LINTASJATIM.com, Surabaya – Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) mengkhawatirkan sejumlah warga di Kota Surabaya. Tercatat, 15 anak di RW 10 Kelurahan Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya Jawa Timur terkena wabah tersebut.
Pasalnya, satu anak warga Menur Pumpungan Kota Surabaya dikabarkan meninggal karena DBD. Anak tersebut meninggal dunia setelah mendapat perawatan medis di rumah sakit Surabaya, Selasa (25/1) dini hari sekitar pukul 03.00 WIB.
“Innalillahi wa innailaihi rojiun telah meninggal dunia anak dari bapak Nova alamat Manyar Kartika Barat Nomor 11 depan Masjid Ulul Albab,” ucap pengurus RT 06/ RW 10 Kelurahan, Kecamatan Sukolilo, Menur Pumpungan Farid dilansir dari Antara, Selasa (25/1/2022).
Korban bocah yang masih duduk di bangku kelas 2 SD tersebut sebelumnya sempat pulang dari rumah sakit pada Minggu, 23 Januari 2022. Namun, siswa tersebut kembali masuk ICU rumah sakit pada hari Senin, 24 Januari 2022.
Sebelumnya warga sudah melaporkan kejadian tersebut ke Puskesmas Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya untuk segera dilakukan penyemprotan atau fogging. Namun, petugas puskesmas hanya memberikan bubuk abate untuk membunuh jentik nyamuk di bak mandi.
Menurut Farid, kawasan pemukimannya saat ini sedang dalam kondisi darurat wabah DBD. Rentang waktu antar anak yang terjangkit wabah DBD sangat berdekatan.
Alim Mustofa Ketua RT 06/RW 10 menambahkan wabah DB di lingkungannya sudah sangat meresahkan warga. Namun, kata dia, hingga saat ini belum ada petugas yang datang untuk melakukan penyemprotan.
“Kami juga ingin segera lakukan fogging tapi sampai jatuh korban tidak ada fogging. Kondisinya ini memang darurat,” ujar dia.
Kasus DBD yang menjangkit belasan anak di Kelurahan Menur Pumpungan sebelumnya diketahui Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Anas Karno. Dia mengaku datang ke pemukiman warga yang sebagian anak mereka terkena DBD.
Melihat kondisi tersebut, Anas langsung menggelar pertemuan mendadak bersama warga. Dia mendengar keluhan dari pengurus RT dan RW kemudian menghubungi lurah serta kepala puskesmas.
“Intinya warga minta supaya dilakukan fogging untuk mencegah penularan,” katanya.
Permintaan Anas kemudian disanggupi oleh pihak lurah dan kepala puskesmas.
Namun, ia menyayangkan karena lambatnya respon pihak kelurahan dan Puskesmas untuk melakukan pengasapan di kawasan perkampungan tersebut.
“Masa harus menunggu jumlah penderitanya banyak baru mau ‘fogging’,” imbuhnya.