Awas! Koin Rp1.000 Sawit Harga Rp.100 Juta Berpotensi Penipuan Siber

Ilustrasi Penipuan Siber

LINTASJATIM.com, Jakarta – Pengamat keamanan siber dari ICT Institute, Heru Sutadi peringatkan potensi penipuan uang palsu bagi warga yang berburu uang kuno melalui media sosial atau e-commerce memang telah marak terjadi.

Heru mengatakan konsumen harus mewaspadai penipuan dan harga tak masuk akal mata uang kuno di e-commerce.

Bacaan Lainnya

Heru memberi contoh salah satu penipuan adalah mata uang kuno yang dijual bukan asli melainkan cetakan baru yang memiliki gambar uang kuno.

Heru mengatakan uang kuno memang tidak ada batasan harga, tapi banyak harga yang tidak masuk akal. Uang logam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) sejak 8 Maret 1993 itu bahkan ditawarkan dengan harga mencapai Rp100 juta per keping.

“Seperti uang koin buatan Belanda dijual ratusan juta atau ada mencapai miliaran. Dan padahal itu bukan asli dan kalau beli di penjual barang antik paling Rp 20 sampai Rp50 ribuan,” kata Heru saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (18/6).

Hal ini diungkap Heru terkait berita viral uang koin pecahan Rp1.000 dengan bahan logam dan lambang kelapa sawit keluaran 1993 tengah viral di masyarakat karena ada yang membanderol dengan harga Rp100 juta.

“Misalnya uang koin zaman Belanda di mana banyak yang bikinan baru. Begitu juga dengan mata uang kertas kuno di mana seolah baru habis dikeluarkan dari percetakan,” kata Heru.

Tren penjualan dengan harga fantastis itu dilakukan di marketplace, seperti Bukalapak, Shopee, hingga Tokopedia.

“Sekarang kan berubah model penjualan dari sekadar offline dengan membuka lapak atau toko ke marketplace atau melalui media sosial. Apa pun produk, termasuk mata uang kuno. Sebab dengan digital kan foto bisa memancing orang melihat dan membeli,” ujar Heru

Dihubungi terpisah, pakar keamanan siber dari CISSRec, Pratama Persadha mengatakan e-commerce harus mampu melindungi konsumen yang tertipu dengan penawaran-penawaran seperti ini.

Ia berharap agar e-commerce memiliki sistem penyaluran dana transaksi yang kompleks. Ia mengatakan saat ini, seluruh e-commerce besar seperti Tokopedia hingga Shopee akan menahan dana transaksi dari pembeli ke penjual apabila ada komplain.

Misalnya di Tokopedia, ada notifikasi barang telah selesai. Setelah itu pembeli diberikan pilihan apakah barang bagus dan sesuai atau ada masalah. Bila bermasalah dana akan ditahan oleh Tokopedia agar penjual bisa menyelesaikan masalah.

“Untuk di e-commerce memang ada potensi bahaya penipuan, terutama bila sistem e-commerce tidak menyiapkan ruang komplain dan dana langsung ditransfer ke pihak penjual,” ujar Pratama

Heru Sutadi ternyata juga merupakan seorang kolektor uang kuno. Ia mengatakan melanjutkan hobi mendiang ayahnya. Di sisi lain, Heru mengatakan juga menyukai hal-hal yang berbau klasik atau retro.

Koleksi ayah Heru, ia tambahkan dengan koleksi uang-uang kuno dari luar negeri. Baik berupa kertas maupun koin.

“Saya tambah uang-uang luar negeri, baik koin maupun kertas karena pernah kerja dan tugas di luar negeri. Jadi saya masih menyimpang uang Gulden Belanda, Mark Jerman, Lira Italia, sebelum mereka menggunakan Euro,” tutur Heru.

Seorang kolektor lain bernama Angga mengatakan dirinya menggeluti hobi sebagai kolektor uang kuno sebab ia merasa uang kuno memiliki nilai sejarah yang penting.

“Tiap uang yang dicetak itu punya cerita di belakangnya. Mempelajari sejarah itu penting. Ada uang yang dicetak zaman penjajahan, uang zaman revolusi, dan uang era kemerdekaan,” kata Angga.

Source: cnnindonesia.com, Lihat Artikel Asli

Pos terkait