Dilema Sekolah Daring dan Tatap Muka

Sam Edy Yuswanto, alumnus STAINU, Fak. Tarbiyah Kebumen
Sam Edy Yuswanto, alumnus STAINU, Fak. Tarbiyah Kebumen

Oleh
Sam Edy Yuswanto*‪

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, bila sekolah tatap muka yang selama ini dilakukan dalam ruang-ruang kelas, kini berubah total menjadi sekolah online atau sekolah jarak jauh yang dilakukan di rumah masing-masing siswa. Antara siswa dan guru hanya kini hanya berkomunikasi lewat jaringan internet, tanpa harus bertemu sebagaimana ketika di sekolah.

Bacaan Lainnya

Sekolah online atau istilah lainnya daring, terpaksa dilakukan demi menghindari penyebaran virus Corona yang hampir setahun terakhir ini membuat penduduk negeri ini merasa cemas tertular. Maka, untuk sementara waktu, sekolah online menjadi alternatif agar kegiatan belajar mengajar tak berhenti di tengah jalan. Sebab kegiatan mencari ilmu, harus tetap dilakukan, bagaimana pun kondisinya, selama hayat masih di kandung badan.

Kita tentu kerap mendengar bahwa mencari ilmu itu wajib hukumnya. KH Ahmad Asyhar Shafwan, dalam laman NU Online (13/04/2020) menguraikan bahwa dalam Islam mencari ilmu adalah perintah agama, utamanya ilmu tentang hal-hal pokok yang terkait dengan kewajiban asasi dalam agama seperti salat dan puasa maupun kebutuhan hidup sehari-hari seperti sandang, pangan, dan papan untuk diri dan keluarga. Sebagaimana diterangkan dalam hadis riwayat Ibnu Majjah: “Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘mencari ilmu sangat diwajibkan atas setiap orang Islam”.

Dilema

Belajar secara daring memang tak mudah dan banyak sekali kendalanya. Misalnya lemahnya jaringan internet di daerah-daerah terpencil, dan fasilitas smartphone atau ponsel pintar (sebagai sarana atau penghubung kegiatan guru dan siswa) yang harus dimiliki oleh setiap orang tua. Bagi keluarga miskin yang memiliki banyak anak, hal ini menjadi kendala serius karena harus mencari uang tambahan yang cukup banyak untuk membeli perangkat handphone.

Kendala lain (yang juga tak kalah seriusnya) dalam pembelajaran online adalah para siswa merasa bosan berada di rumah, kurang bersosialisasi dengan teman-temannya, sehingga bila sekolah online dilakukan dalam jangka waktu yang terlalu lama maka dapat menjadi acaman yang nyata bagi perkembangan jiwa mereka di kemudian hari.

Sebagaimana dilkutip laman Mendikbud.go.id bahwa semakin lama pembelajaran tatap muka tidak terjadi, semakin besar dampak negatif yang terjadi pada anak. Dampak negatif tersebut terbagi menjadi tiga. Pertama, ancaman putus sekolah. Kedua, kendala tumbuh kembang yang meliputi perkembangan kognitif dan perkembangan karakter anak. Ketiga, tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga.

Tak hanya itu, pembelajaran online juga menjadi kendala tersendiri bagi orang tua yang selama ini bekerja di luar rumah. Karena ketika anak belajar secara online (terlebih bagi anak sekolah dasar) maka ia harus mendapat bimbingan dari orangtua, misalnya saat mengerjakan tugas-tugas yang sulit.

Nah, ketika anak tidak ada yang mendampingi, tentu ia akan merasa kebingunan dan akhirnya stres saat mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan secara online. Sementara bila orangtua mendampingi anak setiap hari, lantas bagaimana ia dapat bekerja mencari nafkah untuk keluarga?

Fakta membuktikan, seorang perempuan sekaligus ibu rumah tangga (ia adalah salah satu teman saya di Facebook) beberapa waktu lalu mencurahkan isi hati. Intinya, ia yang selama ini berprofesi sebagai dokter, akhirnya memilih berhenti dari pekerjaannya. Ini dilakukan demi bisa mendampingi anak belajar online di rumah.

Patuhi Protokol Kesehatan

Mengingat virus Corona masih menjadi ancaman bagi masyarakat Indonesia, maka pemerintah pusat terus berusaha mencari solusi, apakah sekolah akan terus dilakukan secara daring atau tatap muka? Untuk daerah yang masuk zona merah, yang mana masyarakatnya banyak terpapar virus Corona, maka sekolah online masih menjadi jalan terbaik untuk anak-anak.

Sementara daerah yang masuk zona hijau atau yang masyarakatnya tak ada yang terpapar virus mematikan tersebut, maka sekolah bisa dilakukan tatap muka, tapi harus mematuhi protokol kesehatan yang ketat demi menghindari mereka dari terserang virus Corona. Pada intinya, yang diutamakan oleh pemerintah adalah kesehatan dan keselamatan para siswa, guru, wali murid, dan masyarakat secara umum.

Berdasarkan siaran pers dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pemerintah telah mengeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) yang intinya memberikan kewenangan terhadap pemerintah daerah (Pemda) untuk mengatur proses kegiatan belajar mengajar di masing-masing daerah.

Pembelajaran tatap muka dapat dilakukan mulai bulan Januari 2021, bertepatan dengan masuknya semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021. Sekali lagi, tentu dengan catatan, pembelajaran tatap muka hanya bisa dilakukan di daerah yang aman dari paparan virus Corona dan dalam pelaksanaannya harus melalui protokol kesehatan ketat.

SKB tersebut telah disepakati bersama oleh empat menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Meski pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh terhadap Pemda, kebijakan pembelajaran tatap muka harus dilakukan secara berjenjang, mulai dari penentuan pemberian izin oleh pemerintah daerah/kanwil/kantor Kemenag, pemenuhan daftar periksa oleh satuan pendidikan, serta kesiapan menjalankan pembelajaran tatap muka.

Mendikbud menegaskan, “Orang tua tetap memiliki hak penuh untuk menentukan. Bagi orang tua yang tidak menyetujui anaknya melakukan pembelajaran tatap muka, peserta didik dapat melanjutkan pembelajaran dari rumah secara penuh” (www.mendikbud.go.id).

Etika dalam Pembelajaran Tatap Muka

Sebagaimana kita ketahui, dalam pembelajaran tatap muka, kita harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Baik dari pihak sekolah (para guru) maupun siswa. Misalnya, dalam satu ruang kelas dibatasi jangan terlalu banyak orang, selalu menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun usai beraktivitas, dan menjaga pergaulan (jarak) dengan teman-temannya.

Di masa pandemi Covid-19, etika bergaul dengan teman pun kini mengalami pergeseran. Dulu, ketika kita bertemu dengan orang atau teman, biasanya akan menyapa dan bersalaman. Kini, untuk memberantas penyebaran Covid-19, kita tak usah bersalaman dulu, tapi cukup dengan tersenyum dan menangkupkan kedua tangan di dada.

Artinya, kebiasaan bersalaman antara murid dengan guru untuk sementara waktu jangan dilakukan dulu. Begitu juga saat bersin atau batuk di sebuah ruang kelas. Maka harus bisa menjaga etikanya, misalnya tidak boleh terlalu keras dan berusaha menutup dengan tangan, lalu segera mencuci tangan dengan sabun atau cairan disinfektan. Cara mencucinya dengan menggunakan air yang benar-benar bersih dan mengalir.

Akhirnya, mudah-mudahan virus Corona segera musnah dari bumi pertiwi ini, agar kehidupan kembali berjalan normal dan kita bisa beraktivitas dengan lancar dan aman. Amin.

Identitas Penulis
*Penulis lepas, alumnus STAINU, Fak. Tarbiyah Kebumen.

_____________________

**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)

Pos terkait