Corona Merajalela, Penting Mana Antara Pilkada dengan Nyawa?

Rut Sri Wahyuningsih-Era New Normal, Perekonomian Pesat atau Terpental?
Rut Sri Wahyuningsih-Era New Normal, Perekonomian Pesat atau Terpental?

Oleh
Rut Sri Wahyuningsih*

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan ada 96 orang petugas pengawas pemilu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19. Mereka dinyatakan positif usai menjalani tugas yang berkaitan dengan tahapan Pilkada Serentak 2020.

Bacaan Lainnya

“Yang sudah ada hasilnya memang sampai hari ini ditemukan 96 jajaran penyelenggara pengawas pemilu di tingkat ad hoc itu yang dinyatakan positif atas dasar swab,” kata Abhan dalam jumpa pers daring (CNN Indonesia, 07/09/2020).

Menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar, Pilkada akan diikuti 270 daerah. Ada 21 kota dan kabupaten di Jawa Tengah yang tercatat sebagai peserta.

Pilkada akan serentak dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020. Sementara itu masa kampanye akan dimulai 11 Juli-19 September 2020.

Untung tak dapat diraih, para petugas pengawas yang positif terpapar Covid-19 itu baru saja melaksanakan pemutakhiran data pemilih (mutarlih) pada 15 Juli-4 Agustus. Sebagai syarat sebelum masa kampanye (CNN Indonesia, 12/9/2020).

Padahal pilkada yang sebenarnya belum terlaksana. Covid-19 sudah menimbulkan kegaduhan. Seakan memberi tanda dari Sang Pencipta, yang mempertanyakan mengapa pilkada ini sedemikian penting? padahal jelas-jelas rakyat sedang membutuhkan pemerintah fokus pada nasib mereka.

Sudah jadi rahasia umum, jika perhelatan pemilihan pemimpin di alam demokrasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Birokrasi yang berbelit dan membangun kepercayaan konstituen memunculkan celah uang berbicara sebagai pelancar urusan.

Itulah mengapa, setiap partai selalu menempatkan orangnya dalam pemerintahan, agar mendapatkan “jatah” bagi partainya agar bisa terus bernapas. Padahal kita hanya butuh orang yang mau memimpin dengan benar, bukan sebagaimana meminang anak gadis yang harus membayar mahar.

Tapi memang beginilah Demokrasi bekerja. “Memaksakan” kehendak meski pandemi masih mengintai manusia. Seolah tak peduli nyawa manusia jadi taruhannya asal tujuan meraih kekuasaan terlaksana.

Geliat pemilihan kepala daerah di berbagai daerah begitu semarak, menutup mata jika pandemi masih ada. Bahkan ada nada sumbang yang menyangsikan jika jumlah nakes yang meregang nyawa karena Covid-19 hingga seratus, butuh berapa lagi untuk yakin?

Betapa tak pentingnya nyawa manusia dibandingkan pewaris rezim, siapakah mereka? Yaitu orang-orang yang masih saja percaya bahwa sistem aturan hari ini adalah solusi terbaik bagi semua persoalan negeri.

Covid-19 hanyalah satu dari sekian persoalan. Bagaimana dengan ekonomi, pendidikan, sosial dan yang lain? Jelas bukan orangnya yang salah, namun sistem aturannya yang harus diganti.

Terlebih dari data yang terkumpul, Jawa Timur adalah provinsi yang terbanyak terpapar Covid-19. Maka, benarkah pilihan pemimpin ini diadakan dan sudah sesuatu yang urgenkah? Mengingat masih banyak kemungkinan penyebaran virus bertambah meluas. Wallahu a’ lam bish showab.

Identitas Penulis

*Penulis adalah Istitut Literasi dan Peradaban

**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)

Pos terkait