Oleh
Kutbuddin Aibak*
Wabah corona telah muncul sejak sebelum Ramadan, hingga kini telah menjadi pandemi, dan di saat Ramadan akan segera berakhir, wabah ini belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah, mulai dari jaga jarak, memakai masker, sering mencuci tangan, masyarakat diminta untuk tidak berada di tempat keramaian, tetap di rumah saja, semua bekerja dari rumah, hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Dalam kaitan ini pula, pemerintah melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan beberapa fatwa berkaitan dengan pelaksanaan ibadah umat Islam, di antaranya Fatwa nomor 14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah covid-19, Fatwa nomor 18 Tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah (tajhiz al-janaiz) muslim yang terinfeksi covid-19, hingga Fatwa nomor 28 Tahun 2020 tentang panduan kaifiyat takbir dan shalat idul fitri saat pandemi covid-19.
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang dikeluarkan ini tentu harus dipatuhi oleh semua masyarakat Indonesia, hal ini tidak lain dalam rangka menjaga keamanan dan kesehatan masyarakat dari wabah dan memutus mata rantai penyebaran virus covid-19. Kebijakan pemerintah pusat ini kemudian juga ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah hingga pemerintah desa, sehingga seluruh warga harus mematuhinya. Kepatuhan warga masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dan ulama tentu sangat penting dan menjadi kunci keberhasilan.
Beberapa point dari sekian banyak kebijakan pemerintah dan ulama tersebut adalah berkaitan dengan pelaksanaan ibadah. Bahwa masyarakat dihimbau untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah di masjid atau mushala, baik shalat wajib lima waktu, shalat jum’at maupun shalat sunnah tarawih dan shalat idul fitri. Semua warga masyarakat diminta untuk melaksanakan ibadahnya di rumah saja; shalat, mengaji/tadarus al-Qur’an, buka bersama cukup di rumah saja, bahkan ibadah i’tikaf pun cukup di rumah.
Apabila dicermati, shalat wajib yang dilaksanakan secara berjamaah boleh jadi tidak seberapa banyak jumlah jamaahnya, berbeda dengan shalat sunnah tarawih dan shalat idul fitri yang jumlah jamaahnya luar biasa banyak. Belum lagi ditambah dengan warga yang mudik, pulang kampung demi melaksanakan lebaran bersama keluarga dengan kesemarakan yang ada pada saat lebaran. Meski hal ini pada akhirnya juga sudah menjadi kebijakan pemerintah bahwa masyarakat dilarang mudik demi pencegahan menularnya covid-19, dan lebaran bisa dilakukan secara online, telepon, SMS, WA atau media lainnya.
Terlepas dari sekian banyak kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dan ulama, hal penting yang harus dipahami dan diambil hikmahnya dari pandemi covid-19 ini adalah bahwa wabah ini bagian dari ujian Allah SWT kepada semua hamba-Nya, menguji keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT, semua umat Islam perlu muhasabah (introspeksi) atas apa saja yang telah dilakukan, dengan ujian ini semoga Allah mengampuni dosa-dosa yang telah kita lakukan, memberikan keyakinan pada kita semua bahwa sebagai umat Islam harus lebih memperbanyak ibadah, mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kebijakan pemerintah untuk tetap di rumah saja, tentu harus dipahami secara positif, dan dalam kaitannya dengan ibadah, boleh jadi wabah ini mengingatkan kepada kita semua untuk bisa beribadah dengan istiqomah, beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah semaksimal mungkin, banyak berdzikir dan mengangungkan asma Allah, dimana pun dan kapan pun kita berada, secara khusus di rumah. Rumah perlu difungsikan kembali secara maksimal dalam kaitannya beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Rumah sebagai tempat pendidikan pertama dan utama, harus bisa difungsikan kembali perannya dalam proses pendidikan, khususnya dalam pendidikan agama. Ibadah shalat wajib, shalat sunnah, mengaji al-Qur’an, berdzikir, menamakan akhlak terpuji, menanamkan nilai-nilai kesusilaan dan kesopanan kepada semua anggota keluarga menjadi sangat penting. Adanya wabah corona ini boleh jadi mengingatkan kita semua untuk beribadah di rumah dengan sebaik-baiknya dan secara maksimal.
Keberadaan rumah penting untuk dijadikan sebagai pusat ‘pandemi’ ibadah, memandemikan ibadah di rumah; mengajarkan, memberikan pembelajaran, melatih, melaksanakan dan membiasakan ibadah di rumah, hingga ibadah ini menjadi pandemi semua anggota keluarga. Shalat berjamaah, shalat sunnah, mengaji al-Qur’an, berdzikir dan ibadah-ibadah lainnya harus dipandemikan oleh semua umat Islam di rumahnya masing-masing, hingga ibadah ini benar-benar menjadi pandemi bagi semua mayarakat, semua umat Islam.
Perlu dipahami bahwa memandemikan ibadah, tentu butuh usaha yang terus menerus, perlu adanya latihan, pembiasaan, dan membiasakan secara terus menerus hingga benar-benar menjadi kebiasaan yang dilakukan tanpa adanya kontrol, paksaan dan sebagainya, sehingga menjadi sebuah kebutuhan secara alamiah, dan dengan sendirinya menjadi habit bagi anggota keluarga dan masyarakat Islam secara luas, tidak hanya pada saat pandemi covid-19 ini. Semoga sekian banyak macam ibadah benar-benar menjadi ‘pandemi’ umat Islam di mana pun berada dan kapan pun. Wa Allahu a’lam
Identitas Penulis
*Penulis adalah Dosen IAIN Tulungagung..
_____________________
**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.