Oleh:
Kutbuddin Aibak*
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Menteri Agama telah mengeluarkan surat edaran tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, SE No. 05 Tahun 2022. Maksud dari adanya surat edaran ini tidak lain adalah sebagai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala dengan tujuan untuk mewujudkan ketentraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama. Tentu saja tujuan ini demi kemaslahatan bersama.
TOA maupun pengeras suara lainnya memang menjadi alat dan sarana dalam menyiarkan agama. Pengeras suara ini menjadi penting keberadaannya dalam hidup dan kehidupan manusia dan dalam berbagai aspek kehidupannya, baik sosial, budaya, politik, ekonomi maupun agama.
Khusus dalam bidang agama dalam sekian banyak aspeknya, baik dalam ritual ibadah maupun kegiatan sosial keagamaan, penting untuk mendapatkan perhatian dan bahkan pengaturan-pengaturan. Tentu saja hal ini dilakukan dalam rangka mewujudkan keharmonisan maupun kemaslahatan bagi banyak pihak.
Ritual ibadah salat wajib misalnya, mulai dari salat subuh, zuhur, asar, magrib dan isya yang dimulai dengan mengumandangkan adzan, puji-pujian dan iqomah, bahkan sampai dengan saat salat dan wiridan/dzikir kebanyakan menggunakan pengeras suara semuanya.
Bahkan sebelum adzan, ada yang menggunakan pengeras suara untuk qiraat Al-Qur’an maupun tarhim. Pada tataran yang normal sebenarnya hal ini tidak ada masalah, penggunaan pengeras suara yang normal itu sah adanya dan karena memang tradisi masyarakat Islam Indonesia sejak dulu sudah menggunakan pengeras suara ini.
Akan tetapi, ketika penggunaan pengeras suara ini melebihi batas-batas kewajaran, maka tentu saja akan mengganggu masyarakat lainnya, menimbulkan kebisingan, kegaduhan dan ketidaknyamanan bagi masyarakat luas yang plural. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan, pedoman penggunaan pengeras suara sebagai bentuk dan wujud dari toleransi sesama dan antar umat beragama.
Surat edaran menteri agama jika dipahami secara mendalam sarat dengan nilai-nilai toleransi, nilai-nilai kebaikan/kemaslahatan dan keharmonisan yang harus selalu dijunjung tinggi dan diwujudkan dalam kehidupan sosial.
Sedemikian detail aturan yang ada di surat edaran tersebut, paling tidak, menunjukkan bahwa Gus Menteri memiliki tanggung jawab atas hal tersebut dan memiliki komitmen yang tinggi dengan tujuan yang luas demi kepentingan dan kebaikan bersama. Apalagi dalam waktu tidak lama lagi, bulan Ramadan akan tiba, bulan dimana umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, terutama di masjid maupun musala.
Nilai-nilai toleransi untuk saling menghormati, saling menghargai, menjaga hubungan baik, menjaga keharmonisan, kenyamanan dan ketentraman harus selalu diwujudkan dalam semua aspek hidup dan kehidupan, termasuk dalam penggunaan pengeras suara yang dalam ranah ibadah salat terkait dengan adzan dan pujian/shalawat/dzikir, sedangkan dalam ranah yang luas tentu berkaitan dengan semua kegiatan masyarakat yang menggunakan pengeras suara. wa Allahu A’lam
Identitas Penulis
*Penulis adalah Ketua Takmir Masjid dan Dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Jawa Timur.
**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)