Oleh
Tati, S.Pd., MPA*
Sejak diluncurkannya program Merdeka Belajar pada Desember 2019 sampai hari ini cukup menuai pro-kontra di masyarakat. Berbagai dukungan pimpinan dan perangkat pendidikan dari daerah hingga pelosok desa terus ditingkatkan, sedangkan pada tingkatan tenaga pendidikan dan masyarakat, sebagian.
Lanjutan kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan kurun waktu Oktober 2020 hingga Oktober 2021, yaitu Merdeka Belajar episode 6 s.d. episode 13. episode 6: Transformasi dana pemerintah untuk pendidikan tinggi; episode 7: Sekolah Penggerak; episode 8: SMK Pusat Keunggulan; episode 9: KIP Kuliah Merdeka; episode 10: Perluasan program Beasiswa LPDP; episode 11: Kampus Merdeka Vokasi; episode 12: Sekolah aman berbelanja Bersama SipLah; dan episode 13: Merdeka Berbudaya dengan Kanal Indonesia.
Rasionalitas Merdeka Belajar
Jika kita analisis Merdeka Belajar dari Rationality in Policy Decision Making Clinton J. Andrews dalam Handbook of Public Policy, terdapat ukuran rasionalitas policy maker atau para pimpinan sebelum mengambil keputusan untuk sebuah kebijakan. Ukuran tersebut antara lain mencakup welfare maximization, public choice, multi-agent simulation, decision support systems, public participation.
Pertama, welfare maximization. Kebijakan yang diputuskan memuat perencanaan sosial yang integral-komperhensif dengan sasaran kemanfaatan yang lebih besar. Syaiful Huda, Ketua Komisi X DPR RI menegaskan dalam pernyataannya bahwa Merdeka Belajar adalah bagian dari Peta Jalan Pendidikan yang kontinyu.
Kedua, public choice. Pilihan publik berarti melihat kepentingan publik dengan pendekatan mikro ekonomi. Khususnya pada episode 9, sebagaimana yang ditempuh Samsul Rizal, Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) bahwa terbukti dengan serapan kuota KIP Kuliah untuk Unsyiah mencapai 100 persen dan pembayaran biaya hidup dilakukan tepat waktu.
Ketiga, multi-agent simulation, adalah pendekatan generalisasi dengan memasukkan lebih banyak aktor kebijakan untuk mencapai kognisi rasionalitas yang lebih realistis. Salah satunya dengan melibatkan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Indonesia KADIN untuk mendukung langkah-langkah Kemendikbud di bidang vokasi, dan meningkatkan SDM kita ke depannya. Harapan Rosan Perkasa Roeslani selaku Ketua KADIN adalah kita bisa menghasilkan tenaga kerja yang unggul, terampil, dan kompeten sehingga dapat meningkatkan daya saing industri dan menumbukan perekonomian.
Keempat, decision support systems. Berupa inovasi penting dari sebuah kebijakan. Menjadikan analisis kebijakan sebagai aktivitas pendukung keputusan publik. Sistem pendukung keputusan memuat keputusan kunci untuk pengambilan keputusan merencanakan interaksi berulang-berkelanjutan antara publik dan pengambil keputusan.
Dalam penyampaian Agustina Wilujeng Prameswari selaku Wakil Ketua Komisi X DPR yang terus menyambut baik, skema pendanaan Dana Kompetitif dan Dana Pandanan yang ditawarkan Kampus Merdeka Vokasi akan mempercepat transformasi pendidikan tinggi vokasi berstandar industri. Dengan Kampus Merdeka Vokasi tentu mutu pendidikan anak-anak kita terjaga dan kampus bermanfaat bagi masyarakat
Kelima, public participation. Partisipasi publik diupayakan dengan mendemokratisasi, mendesentralisasikan, mendeprofesionalkan, dan mendemistifikasi maksud kebijakan apa yang ingin pemerintah putuskan. Dapat juga diartikan sebagai cara pemerintah berkomunikasi dengan seluruh komponen masyarakat.
Dalam episode 12, partisipasi aktif industri dalam negeri melalui aplikasi SIPLah diharapkan dapat menjadi peluang untuk mendapatkan kepastian pemasaran produknya secara nasional terutama di era digital dan masa pandemi Covid-19 saat ini, serta memperluas pilihan komoditas barang/jasa produksi dalam negeri sesuai kebutuhan satuan pendidikan dalam ekosistem pasar logistik pendidikan.
Saling Optimis
Komunikasi yang baik akan menghasilkan keputusan yang lebih baik sampai kepada menekan konflik. Secara lebih intuitif, cara terbaik untuk mengetahui apa yang diinginkan dan agar dihargai adalah dengan bertanya kepada pimpinan, perangkat pendidikan dan tenaga kependidikan.
Jika mengacu pada ukuran di atas, maka Merdeka Belajar hendaknya kita pahami sebagai proses yang rasionalis di mana kita sebagai masyarakat tidak hanya mampu sekedar memberikan ujaran-ujuran kebencian akan dinamika pemimpin negara hari ini, melainkan dapat hadir untuk meminimalisir persoalan negeri agar menghasilkan kebermanfaatan, jawaban, dan soluusi bersama.
Sebagai masyarakat atau tenaga pendidikan yang berorientasi untuk pelayanan, perlu melihat dan memahami kebijakan ataupun program pemerintah dengan lebih menyeluruh. Sebab kebijakan dengan hasil yang optimal akan tercapai jika mengacu pada ukuran rasionalitas substantif, pun untuk proses yang maksimal akan terpengaruh oleh rasionalitas prosedural yang beriringan.
Identitas Penulis
*Penulis adalah JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat).
**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)