Saat menjalankan ibadah haji, akan banyak hal-hal yang harus disikapi dengan bijak oleh para jamaah. Hal ini karena ibadah haji tidak dilakukan sendiri melainkan dilakukan dengan bersama-sama yang tentunya akan terjadi interaksi dan gesekan kepentingan di dalamnya.
Jika tidak disikapi dengan baik, maka perbedaan sifat, tradisi, bahasa, dan sebagainya bisa memicu perselisihan seperti pertengkaran. Padahal sudah disebutkan bahwa jamaah haji tidak boleh melakukan fusuq atau maksiat dan jidal atau bertengkar saat menjalankan ibadah haji. Ini akan merusak nilai ibadah haji.
Kedua, Rasulullah berkata, “Semoga Allah mengampuni dosamu.”
Doa ini menunjukkan bahwa pengampunan dosa sangat penting agar hati menjadi bersih, dan perjalanan haji yang dijalani diberkahi serta dijauhkan dari murka Allah. Setelah berhaji juga jamaah akan kembali suci tanpa dosa. Hal ini senada dengan hadits Rasulullah saw:
مَنْ حَجَّ، فلَمْ يَرْفُثْ، وَلم يَفْسُقْ، رَجَعَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمَ وَلَدْتُهُ أُمُّهُ
Artinya: “Siapa saja yang berhaji, lalu tidak berkata keji dan tidak berbuat dosa (hubungan badan suami istri yang dilarang dalam ihram), niscaya ia kembali (suci) dari dosanya seperti hari dilahirkan oleh ibunya.” (HR Al-Bukhari).
Ketiga, Rasulullah mendoakan, “Semoga Allah memudahkanmu pada kebaikan di mana pun kamu berada.” Ini adalah harapan agar jamaah haji selalu bisa berbuat baik, menjadi pribadi yang bermanfaat, serta mendapat kemudahan dalam menjalankan amal saleh di setiap tempat yang ia singgahi.
Ini menggambarkan bahwa perjalanan haji yang berat memerlukan ikhtiar agar dimudahkan dan diberi kekuatan dengan saling berbuat baik seperti membantu jamaah yang kesulitan, lansia, dan kondisi-kondisi lainnya.
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah,
Ibadah haji bukanlah sekadar perjalanan fisik menuju Baitullah, melainkan juga sebuah perjalanan spiritual yang menuntut kesabaran, keikhlasan, dan ketundukan total kepada Allah swt.
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..