وَبِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ (رواه مسلم)
Makna hadits ini, engkau beriman bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam keberadaan (seluruh makhluk yang diciptakan Allah), yang baik dan yang buruk, semuanya terjadi dengan takdir Allah yang azali (tidak bermula).
Jadi, ketaatan dan kemaksiatan yang muncul dari makhluk dan dilakukannya, masing-masing terjadi karena diciptakan, diwujudkan, diketahui dan dikehendaki oleh Allah. Ini tidak berarti bahwa Allah meridhai keburukan. Juga tidak berarti bahwa Allah memerintahkan perbuatan maksiat.
Melainkan perbuatan hamba yang baik itu terjadi dengan takdir, cinta, dan ridha Allah. Sedangkan perbuatan hamba yang buruk terjadi dengan takdir Allah, tapi tidak Ia cintai dan tidak Ia ridhai.
Imam Abu Hanifah radliyallahu ‘anhu yang merupakan salah seorang ulama salaf menegaskan dalam al-Fiqh al-Akbar:
وَالطَّاعَةُ كُلُّهَا مَا كَانَتْ وَاجِبَةً بِأَمْرِ اللهِ تَعَالَى وَمَحَبَّتِهِ وَبِرِضَائِهِ وَعِلْمِهِ وَمَشِيْئَتِهِ وَقَضَائِهِ وَتَقْدِيْرِهِ وَالْمَعَاصِي كُلُّهَا بِعِلْمِهِ وَقَضَائِهِ وَتَقْدِيْرِهِ وَمَشِيْئَتِهِ لَا بِمَحَبَّتِهِ وَلَا بِرِضَائِهِ وَلَا بِأَمْرِهِ
“Kewajiban-kewajiban seluruhnya terjadi dengan perintah Allah, cinta, ridha, ilmu, kehendak, qadla’ dan takdir-Nya, sedangkan maksiat-maksiat seluruhnya terjadi dengan ilmu, qadla’, takdir dan kehendak Allah, bukan dengan kecintaan Allah, bukan dengan ridha Allah dan bukan dengan perintah-Nya.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Jadi, ada perbedaan antara kehendak dan perintah Allah. Allah tidak pernah memerintahkan kekufuran dan perbuatan-perbuatan maksiat, akan tetapi kekufuran orang-orang kafir dan kemaksiatan tidak mungkin terjadi seandainya Allah tidak menghendakinya.
Seandainya terjadi sesuatu yang tidak Allah kehendaki, hal itu menunjukkan bahwa Allah lemah dan kalah. Padahal sifat lemah bagi Allah adalah mustahil. Karena Allah ta’ala Mahakuasa dan Maha Berkehendak, maka kehendak-Nya pasti terjadi.
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..