Tokoh Agama Kabupaten Malang Nyatakan Komitmen dalam Mencegah Perkawinan Anak

Sesi foto bersama para tokoh agama
Sesi foto bersama para tokoh agama

LINTASJATIM.com, Malang – Sebagai upaya memperkuat peran tokoh agama dalam mencegah praktik perkawinan anak, LAKPESDAM NU bersama Fatayat NU Kabupaten Malang menggelar kegiatan bertajuk ‘Pelibatan Tokoh Agama dan Deklarasi dalam Pencegahan Perkawinan Anak’, Selasa (27/5/2025) di Balai Desa Srigading, Kecamatan Lawang.

Kegiatan ini menjadi bagian dari program Inklusi yang bertujuan membangun masyarakat inklusif, adil gender, dan bebas diskriminasi.

Bacaan Lainnya

Kepala Desa Srigading dalam sambutannya menyampaikan bahwa pencegahan perkawinan anak adalah langkah krusial dalam mewujudkan generasi emas Indonesia 2045.

Desa Srigading bersama tiga desa lainnya Sumberputih (Wajak), Wonorejo (Poncokusumo), dan Dengkol (Singosari), menjadi wilayah dampingan program ini.

“Kami berharap Forum Anak dapat menjadi agen perubahan di lingkungan masing-masing, dengan Posyandu Remaja sebagai sarana edukasi yang berkelanjutan,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan apresiasi atas dukungan berbagai pihak yang telah mendorong kelangsungan program ini.

Dalam pemaparan utama, Drs. H. Ode Saeni Al Idrus, M.Ag menyoroti pentingnya peran tokoh agama dalam mencegah perkawinan anak. Menurutnya, angka perkawinan anak di Kabupaten Malang masih tinggi, dan hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama.

“Tokoh agama memiliki pengaruh besar dalam membentuk kesadaran masyarakat. Mereka bisa menyampaikan pesan agama yang relevan, mendorong perencanaan keluarga, dan menjadi agen perubahan,” tegasnya.

Ia juga mengulas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan revisinya, UU No. 16 Tahun 2019, yang menetapkan usia minimal menikah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Namun, realita menunjukkan masih banyak permohonan dispensasi nikah.

Faktor tradisi, ekonomi, rendahnya pendidikan, serta tekanan sosial disebut sebagai pemicu utama. Perkawinan anak berisiko tinggi terhadap kesehatan, ekonomi, dan kestabilan sosial keluarga.

Sesi tanya jawab mencerminkan adanya kekhawatiran di masyarakat, seperti ketakutan terhadap pergaulan bebas yang sering menjadi dalih untuk menikahkan anak.

Para tokoh menyepakati bahwa solusinya bukan dengan mempercepat pernikahan, melainkan dengan edukasi, pendampingan, dan penguatan nilai moral yang sesuai dengan konteks zaman.

Dalam sharing session yang melibatkan tokoh agama lintas iman, termasuk dari Gereja Katolik, disampaikan bahwa pencegahan perkawinan anak harus menjadi tanggung jawab lintas sektoral.

Semua agama mengajarkan pentingnya kesiapan dalam menjalani kehidupan pernikahan secara mental, fisik, dan ekonomi.

Deklarasi bersama tokoh agama ini menjadi langkah awal untuk membangun gerakan kolektif yang lebih masif dalam mencegah praktik perkawinan anak demi masa depan generasi yang lebih cerdas, sehat, dan bermartabat di Kabupaten Malang.

Pos terkait