Oleh: Alifatul Fikriyah, Mahasiswi S2 Universitas Jember.
Pendahuluan
Fenomena restoran All You Can Eat (AYCE) kini menjadi tren kuliner yang digemari masyarakat urban. Hanya dengan satu kali bayar, pelanggan bebas menikmati aneka makanan dalam jumlah tak terbatas hingga waktu tertentu berakhir. Namun, dalam pandangan Islam, muncul pertanyaan mendasar: apakah praktik AYCE ini sesuai dengan prinsip-prinsip syariat yang adil dan jelas?
Sistem AYCE dalam Sorotan Fikih
Konsep AYCE sejatinya adalah akad jual beli makanan tanpa ukuran pasti. Konsumen tidak membeli per porsi atau gram, melainkan diberi kebebasan makan sepuasnya dalam waktu tertentu. Dalam Islam, jual beli semacam ini dikenal dengan istilah bai’ juzaf—transaksi jual beli tanpa ditakar atau ditimbang terlebih dahulu.
Empat Mazhab Bicara: AYCE, Sah atau Tidak?
Ulama dari empat mazhab (Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah) sepakat bahwa jual beli juzaf diperbolehkan dengan beberapa syarat.
Barang harus dapat dilihat, kedua belah pihak sama-sama tidak mengetahui takaran pastinya, dan barang yang dijual merupakan komoditas yang bisa ditakar atau ditimbang seperti daging atau nasi. Namun, ulama Syafi’iyyah menilai transaksi ini makruh karena tetap mengandung sedikit unsur gharar.
Dua Akad dalam Satu Meja: Multi Akad dalam AYCE
Dalam praktiknya, transaksi AYCE tidak hanya melibatkan jual beli makanan, tetapi juga peminjaman alat masak oleh restoran. Terjadi dua akad sekaligus: bai’ juzaf (jual beli tanpa takaran) dan ‘ariyah (pinjam-meminjam alat). Konsep ini disebut al-‘uqud al-murakkabah (multi akad), dan diperbolehkan oleh mayoritas ulama selama tidak ada unsur riba atau penipuan, serta objek akadnya berbeda.
Soal Denda dan Aturan: Bagaimana Hukum Syarat Tambahan?
Restoran AYCE biasanya menerapkan larangan menyisakan makanan, membawa pulang, atau melebihi waktu yang ditentukan. Jika dilanggar, pelanggan dikenai denda. Dalam mazhab Hanafiyyah, syarat semacam ini dianggap batil (tidak berlaku), tapi jual belinya tetap sah. Sedangkan menurut Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah, syarat tersebut dianggap sahih dan berlaku karena tidak merusak akad.
Kesimpulan
Sistem All You Can Eat secara prinsip diperbolehkan dalam Islam jika memenuhi syarat jual beli juzaf dan tidak mengandung unsur kezaliman. Namun, konsumen Muslim tetap dianjurkan untuk tidak berlebihan dan menjaga adab makan. Islam tidak hanya mengatur halal dan haram, tapi juga mendidik pada etika dan tanggung jawab terhadap nikmat makanan.
Referensi:
Artikel ini disusun berdasarkan:
Muhammad Ilham Nurul Huda dan Abdullah Faqih, “Jual Beli All You Can Eat Perspektif Fikih Empat Mazhab”, Jurnal Wasathiyyah, Volume 5, Nomor 1, Februari 2023. Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo.