Konflik Antarperguruan Silat di Surabaya Kembali Makan Korban, Polisi: Ini Bukan Tradisi, Ini Tindak Kriminal

Pelaku saat dibawa ke kantor polisi. Sumber foto: surabaya.kompas.com
Pelaku saat dibawa ke kantor polisi. Sumber foto: surabaya.kompas.com

LINTASJATIM.com, Surabaya – Keamanan warga Surabaya kembali terusik akibat aksi brutal sekelompok pesilat muda yang melakukan penyerangan terhadap pemuda dari perguruan lain. Insiden ini terjadi di Jalan Menganti pada Sabtu (21/6/2025) dini hari, dan menyisakan luka mendalam, baik secara fisik maupun sosial.

Polrestabes Surabaya mengamankan enam pemuda yang terlibat dalam aksi kekerasan tersebut. Mereka berasal dari beberapa wilayah di Surabaya, seperti Dukuh Pakis, Tandes, dan Sawahan. Korban, HF (19), warga Sambikerep, menjadi target semata karena mengenakan atribut perguruan yang berbeda.

Bacaan Lainnya

“Mereka bukan sedang mempertahankan kehormatan, mereka sedang melakukan kriminalitas,” tegas AKBP Edy Heriwiyanto, Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, Kamis (26/6/2025).

Ia menyatakan bahwa para pelaku secara sadar melakukan konvoi sambil membawa senjata tajam dan mencari sasaran dari perguruan silat lain.

Senjata tajam yang dibawa tak main-main, mulai dari celurit besar, golok, hingga karambit. Ketika bertemu korban, para pelaku langsung mengeroyoknya secara brutal.

“Korban mengalami luka robek di wajah akibat senjata tajam,” tambah Edy.

Polisi menegaskan bahwa tindakan ini bukan bagian dari kebanggaan silat, melainkan bentuk penyimpangan yang mengancam keselamatan masyarakat. Aksi ini mencoreng nilai-nilai luhur perguruan bela diri yang seharusnya menjunjung kedisiplinan dan etika.

Keenam pelaku kini ditahan dan dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, yang ancamannya mencapai lima tahun penjara.

“Kami tidak akan ragu mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang mengganggu ketertiban umum, apalagi sampai melukai orang lain,” tegas Edy.

Aksi kekerasan antaranggota silat yang berulang ini menjadi cermin buruk yang mencederai tujuan utama bela diri. Masyarakat pun diimbau untuk tidak ragu melapor jika melihat gejala kekerasan serupa.

Aparat berharap, kasus ini bisa menjadi titik balik dalam meredam konflik horizontal yang kerap dipicu fanatisme buta.

Pos terkait