Gus Salam Ponorogo Lestarikan Kesenian Tradisional Sembari Berdakwah

Gus Salam, Kesenian Jaranan
Gus Salam, Kesenian Jaranan

LINTASJATIM.com, Ponorogo – Nur Salam yang biasa di panggil Gus Salam adalah seorang pemuda asal Kelurahan, Pakunden, Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo.

Gus Salam merupakan sosok pemuda yang sangat cinta terhadap kesenian asli nusantara salah satunya kesenian Jaranan. Berawal dari kecintaannya itulah kini Jaranan berkembang pesat di daerah Lereng Gunung Wilis seperti Kediri, Tulungagung, Terenggalek dan Ponorogo.

Bacaan Lainnya

Gus Salam juga mendirikan grup kesenian yang langsung di bawah naungan Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Ponorogo pada 05 juli 2019 lalu.

Kepada kontributor LintasJatim.com, Gus Salam mengatakan, di dalam kepengurusan PAC GP Ansor Ponorogo ia sebagai koordinator bidang kesenian dan kebudayaan.

Dirinya bertekad untuk mempertahankan kesenian Jaranan dan berinisiatif mendirikan grup jaranan yang saat ini diberi nama grup kesenian jaranan asli jawi brandal lokajaya.

“Sebelum mendirikan grup kesenian ini, saya dulu pernah ikut beberapa grup kesenian jaranan yang ada di Ponorogo,” kata Salam, Selasa (28/7/2020).

Gus salam menambahkan, selain latihan rutin brandal lokajaya, dirinya dan grup mempunyai rutinan istighotsah yang diberi nama Jama’ah istighotsah As-Sakron.

Rutinan ini sebagai media dakwah untuk mewadahi seniman jaranan untuk mempertahankan budaya nusantara. Dalam setiap pentas, nilai-nilai keislaman tidak lupa disisipkan.

Misalnya alunan sholawatan dan mars syubbanul wathon karya cipta KH. Wahab Chasbullah, salah satu pendiri NU yang dibawakan dengan diiringi tabuhan gamelan tradisional.

“Sebagai syiar keagamaan melalui kesenian seperti sunan kali jaga ketika menyebarkan ajaran islam di nusantara,” tambah Salam.

Disisi lain Gus Salam mengungkapkan, dirinya dan kawan-kawan mendirikan grup kesenian jaranan asli jawi brandal lokajaya karena takut kesenian asal daerah ini terkikis oleh zaman.

Apa lagi banyak pemuda yang hijrah tak jelas dan meninggalkan kebudayaannya yang memang hari ini sudah terkikis oleh kemajuan teknologi.

“Prihatin ketika kesenian ini sudah tidak dilirik lagi oleh kalangan pemuda, sehingga kesenian ini hilang di tengah era globalisasi,” pungkasnya. (Suganda/Stj)

Pos terkait