LINTASJATIM.com, Surabaya – Rumah milik Elina Widjajanti (80), seorang lanjut usia di Surabaya, kini tak lagi berdiri. Bangunan yang berada di Dukuh Kuwukan 27, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep itu telah diratakan dengan tanah usai Elina diduga mengalami pengusiran paksa oleh sejumlah oknum organisasi masyarakat (ormas).
Dikutip dari detikJatim.com, pantauan di lokasi menunjukkan lahan bekas rumah Elina tampak kosong tanpa sisa bangunan maupun perabot. Kondisi tersebut menyita perhatian warga sekitar yang melintas, bahkan beberapa di antaranya terlihat mengabadikan keadaan rumah yang telah hancur total itu.
Kasus ini mencuat setelah video pengusiran Elina beredar luas di media sosial. Dalam rekaman tersebut, Elina tampak dipaksa keluar dari rumahnya oleh sejumlah pria. Tak lama setelah kejadian, rumah tersebut dibongkar hingga rata dengan tanah.
Kuasa hukum Elina, Wellem Mintarja, mengungkapkan bahwa pembongkaran terjadi tanpa izin dari pemilik rumah.
“Beberapa hari kemudian ada orang mengangkut barang-barang menggunakan pikap tanpa izin penghuni. Lalu datang alat berat, dan sekarang rumah itu sudah rata dengan tanah,” ujar Wellem, Jumat (26/12/2025).
Atas peristiwa itu, pihak Elina menempuh jalur hukum dengan melaporkan dugaan tindak pidana ke Polda Jawa Timur. Laporan tersebut tercatat dengan nomor LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tertanggal 29 Oktober 2025. Selain itu, keluarga juga berencana melaporkan hilangnya sejumlah barang pribadi Elina.
“Pada tahap awal kami melaporkan dugaan pengeroyokan yang disertai perusakan barang secara bersama-sama di tempat umum,” tegas Wellem.
Ia menjelaskan, insiden bermula pada 6 Agustus 2025 ketika puluhan orang mendatangi rumah Elina tanpa dasar hukum. Menurutnya, sekitar 30 orang terlibat dalam aksi pengusiran tersebut.
“Sekitar 30 orang diduga melakukan pengusiran paksa, lalu mengeksekusi tanpa adanya putusan pengadilan. Nenek ditarik, diangkat, kemudian dikeluarkan dari rumah, dan itu ada saksinya,” katanya.
Akibat kejadian itu, Elina dilaporkan mengalami luka hingga berdarah. Ia juga tidak diberi kesempatan menyelamatkan barang-barang penting sebelum rumahnya dikosongkan dan dibongkar.
Bahkan saat pengusiran terjadi, di dalam rumah terdapat seorang bayi berusia 1,5 tahun, balita lima tahun, seorang ibu, serta satu lansia lainnya.
Peristiwa tersebut turut mendapat perhatian Wakil Wali Kota Surabaya Armuji yang melakukan inspeksi mendadak ke lokasi. Pihak keluarga menegaskan pembongkaran rumah dilakukan sepihak tanpa putusan pengadilan.
“Kami sudah tanya bukti klaim pembelian rumah. Mereka tidak bisa menunjukkan apa pun. Saat ditanya ada atau tidak surat pengadilan, jawabannya tidak jelas. Ini sepihak,” ujar perwakilan keluarga Elina.
Diketahui, Elina telah menempati rumah tersebut seorang diri sejak 2011. Ia tidak menikah, namun masih memiliki keluarga dan ahli waris. Klaim bahwa rumah itu tidak memiliki ahli waris pun dibantah keluarga.
“Saya sampaikan, Elina masih hidup dan saya saudara kandungnya. Jadi jelas ada ahli waris,” ucap pihak keluarga kepada Armuji.
Dalam kunjungannya, Armuji juga meminta klarifikasi dari Ketua RT dan RW setempat.
“Ini ibu sudah usia 80 tahun, perempuan pula. Masa diperlakukan seperti itu dan warga diam saja. Pembongkaran itu butuh waktu, seharusnya tidak boleh terjadi,” ujar Armuji.
Kasus dugaan pengusiran paksa dan pembongkaran rumah lansia ini kini menjadi sorotan publik, sementara proses hukum masih terus berjalan.






