LINTASJATIM.com, Mojokerto – Upaya Pemerintah Kabupaten Mojokerto menata ulang aliran sungai dan saluran irigasi mulai menunjukkan hasil.
Proyek normalisasi sepanjang 26,355 kilometer yang tersebar di 35 desa ini tidak hanya meminimalkan ancaman banjir, tetapi juga menambah rasa aman bagi warga yang selama ini tinggal di daerah rawan genangan.
Dikutip dari detikJatim.com, pekerjaan yang berlangsung sejak April hingga Desember 2025 itu mencakup pengerukan sedimen dan sampah di sungai, saluran irigasi (SI), serta tiga waduk utama.
Berdasarkan data Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto, 32 titik normalisasi telah rampung dan tinggal menyisakan tiga lokasi yang masih dalam proses penuntasan.
Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto, Anik Mutammima Kurniawati, menyebut bahwa pekerjaan ini melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah desa, Perum Jasa Tirta, PU SDA Jatim hingga BBWS Brantas.
“Harapan kami suplai irigasi petani lebih maksimal karena alirannya lebih lancar. Daerah rawan banjir juga bisa kami minimalkan dampaknya. Kami imbau masyarakat ikut menjaga sungai dari sampah agar tidak memicu banjir,” ujarnya, Kamis (20/11/2025).
Anik menegaskan normalisasi kali ini berperan penting dalam mendukung program ketahanan pangan nasional. Selain sungai dan SI, Pemkab Mojokerto juga menormalisasi tiga waduk: Waduk Magersari di Desa Temuireng, Waduk Banyulegi di Desa Banyulegi, dan Waduk Dawarblandong di Desa Dawarblandong.
“Kami kembalikan kapasitas waduk sehingga mampu menampung air lebih besar saat musim hujan, lalu dimanfaatkan petani ketika kemarau,” tambahnya.
Sementara itu, Kabid Sumber Daya Air Dinas PUPR Mojokerto, Rois Arif Budiman, menjelaskan detail teknis pengerjaan. Sebanyak delapan ekskavator dikerahkan untuk mengeruk puluhan titik yang mengalami pendangkalan.
Lebar saluran irigasi kini dikembalikan ke ukuran 1–3 meter, dengan kedalaman 1–2 meter. Sedangkan sungai dinormalkan hingga lebar 3–6 meter dan kedalaman 3–4 meter.
“Hasil kerukan sedimen bisa dimanfaatkan sebagai penguat tanggul di kanan-kiri sungai maupun irigasi,” terangnya.
Program ini mendapat respons positif dari berbagai desa, salah satunya Desa Tempuran, Kecamatan Sooko, yang selama bertahun-tahun menjadi langganan banjir.
Kepala Desa Tempuran, Slamet, mengaku perubahan signifikan terasa sejak Avur Watudakon, Jombok, dan Balongkrai dinormalisasi oleh BBWS Brantas, Perum Jasa Tirta, dan Pemkab Mojokerto.
“Alhamdulillah, walaupun hujan deras tak sampai terjadi banjir. Lahan pertanian sekitar 210 hektare aman, tidak ada yang terendam. Normalisasi ini sangat membantu kami,” ungkapnya.
Dengan mayoritas titik telah selesai, masyarakat berharap proyek ini menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi banjir dan meningkatkan produktivitas pertanian di Kabupaten Mojokerto.






