LINTASJATIM.com, Surabaya – Fenomena semburan air bercampur gelembung berbau gas di aliran Sungai Kebon Agung, Rungkut, Surabaya, menghebohkan warga sejak Kamis (16/10/2025).
Meski sempat dikhawatirkan berbahaya, pakar geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof. Amien Widodo memastikan bahwa fenomena tersebut kemungkinan besar berasal dari warisan lapangan migas peninggalan kolonial Belanda.
“Di Surabaya memang ada bekas lapangan migas Belanda tahun 1888 yang berhenti beroperasi pada 1937. Di sini banyak pipa peninggalan Belanda dan milik ESDM. Salah satu titik itu kemungkinan menjadi jalan keluarnya gas,” ungkap Prof. Amien dikutip dari detikJatim.com, Jumat (17/10/2025).
Amien menjelaskan bahwa semburan tersebut muncul akibat proses geologi alami di kawasan antiklin, di mana lapisan bawah tanahnya membentuk lengkungan yang berisi campuran minyak, gas, air, dan lumpur.
“Kalau ada lubang kecil, gasnya bisa keluar. Itu proses alami, bukan karena kebocoran baru,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa semburan gas tersebut tidak membahayakan warga. Fenomena serupa, kata dia, pernah muncul di kawasan Kutisari dan juga disebabkan oleh tekanan dari sisa deposit migas bawah tanah.
Untuk memastikan lebih lanjut, tim ITS bekerja sama dengan BPBD dan DLH Surabaya melakukan pengujian lapangan.
“Kami mendeteksi adanya pipa di sekitar lokasi menggunakan georadar dan deteksi magnetik hingga kedalaman 10 meter,” jelasnya.
Sementara itu, pihak PT Perusahaan Gas Negara (PGN) memastikan bahwa semburan tersebut bukan berasal dari jaringan pipa aktif. Division Head Regional Support and Service PGN SOR III, Muhammad Rais Effendi, mengatakan timnya sudah melakukan pemeriksaan menyeluruh.
“Benar, ada gelembung di Sungai Rungkut Madya Utara. Tapi setelah kami cek, tidak ada kebocoran maupun penurunan tekanan dari jaringan pipa PGN. Penyaluran gas ke pelanggan tetap aman,” ujar Rais.
Rais menyebut hasil pengukuran sementara menunjukkan adanya kandungan gas metana dalam gelembung tersebut. Namun, sumber pastinya masih diselidiki.
“Memang terdeteksi metana, tapi kami pastikan dulu apakah berasal dari pipa atau sumber alami,” ucapnya.
Ia menambahkan, semburan seperti itu bisa disebabkan oleh banyak hal.
“Kemungkinannya ada dua, bisa faktor alami dari gas bumi, atau dari sistem pipa bawah tanah. Kami masih memeriksa jaringan di sekitar dan terus memantau tekanan,” pungkasnya.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa warisan industri kolonial masih meninggalkan jejak geologi di bawah tanah Kota Surabaya — bahkan setelah hampir seabad berlalu.






