LINTASJATIM.com, Trenggalek – Ribuan warga miskin di Kabupaten Trenggalek menghadapi risiko kehilangan akses terhadap layanan kesehatan.
Dikutip dari detikJatim.com, sebanyak 16.544 nama dicoret dari daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS) oleh Kementerian Sosial (Kemensos) karena kuota penerima dinilai sudah melebihi batas.
Plt Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek, Christina Ambarwati, mengungkapkan bahwa berdasarkan data terbaru, jumlah penerima PBI di Trenggalek mencapai 290.769 orang, sedangkan angka riil warga miskin hanya 273.074 jiwa.
“Kalau dari data itu, Trenggalek mengalami kelebihan 7.605 orang. Akan tetapi yang dinonaktifkan dari penerima PBI mencapai 16.544 orang,” terangnya pada Kamis (31/7/2025).
Menurut Christina, pencoretan tersebut tidak hanya disebabkan oleh kelebihan kuota, tetapi juga oleh sejumlah faktor teknis seperti data ganda, ketidaksesuaian data, dan belum terekamnya data biometrik.
“Kami sudah koordinasi dengan Dispendukcapil, dan ditemukan ribuan warga, terutama yang berusia di bawah 16 tahun, belum melakukan perekaman biometrik,” jelasnya.
Christina menegaskan bahwa verifikasi ulang sedang dilakukan untuk memastikan hak masyarakat miskin tetap terjamin.
“Ada sekitar 1.600 orang yang kemungkinan bisa diaktifkan kembali setelah melakukan perekaman biometrik. Dispendukcapil akan mendata mereka melalui operator desa dan melakukan perekaman di kecamatan,” ujarnya.
Bagi warga yang sakit atau tidak dapat datang ke kecamatan, layanan jemput bola akan diterapkan.
“Petugas Dispendukcapil akan mendatangi langsung rumah warga untuk melakukan perekaman biometrik,” tambah Christina.
Sementara itu, pemerintah daerah berencana mengajukan kembali warga yang layak ke dalam sistem PBI, serta mengalihkan sebagian dari mereka ke program Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID) jika kuota nasional tidak mencukupi.
“Jika program nasional tidak mampu menampung, kami akan bantu lewat PBID, meski jumlahnya terbatas. Harapannya, mereka tetap bisa berobat menggunakan BPJS,” pungkas Christina.
Langkah ini menjadi sinyal penting bahwa validitas data dan sinergi antarinstansi sangat krusial dalam menjamin perlindungan sosial, terutama bagi kelompok paling rentan di masyarakat.