GP Ansor Jember: Soal Sound Horeg, Jangan Gegabah!

Agus Nur yasin, Ketua GP Ansor Kencong Jember. Sumber foto: www.detik.com
Agus Nur yasin, Ketua GP Ansor Kencong Jember. Sumber foto: www.detik.com

LINTASJATIM.com, Jember – Polemik penggunaan sound horeg di Jawa Timur makin memanas seiring keluarnya fatwa MUI Jatim yang menuai pro dan kontra.

Dikutip dari detikJatim.com, Ketua GP Ansor Kencong, Jember, Agus Nur Yasin, menegaskan pentingnya menahan diri dan tidak gegabah dalam mengambil sikap.

Bacaan Lainnya

Menurut Agus, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember sebaiknya menunggu arahan resmi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur, mengingat persoalan sound horeg ini terjadi secara meluas, bukan hanya di Jember.

“Justru yang harus mengeluarkan statement dulu itu Pemprov, karena yang mengeluarkan fatwa adalah MUI Jatim. Saya pikir Bupati Jember tidak perlu memberi tanggapan dulu, karena itu bisa memperlebar jarak antara kelompok pro dan kontra,” ujarnya, Jumat (25/7/2025).

Agus juga menilai bahwa perbedaan kebijakan antar kepala daerah bisa menimbulkan ketimpangan penanganan di lapangan.

Oleh karena itu, ia mengusulkan agar Pemprov segera memfasilitasi forum bersama yang melibatkan berbagai pihak, termasuk kepolisian, untuk mencari titik temu yang adil.

“Perlakuan kepala daerah pasti akan berbeda-beda, karena kondisi di masing-masing daerah juga berbeda. Harus ada forum untuk duduk bersama, dengan Pemprov sebagai fasilitator dan kepolisian sebagai penginisiasi,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa kepala daerah harus diberikan ruang untuk fokus pada prioritas pembangunan seperti layanan publik dan infrastruktur, bukan hanya tersandera isu sound horeg.

“Bukan berarti sound horeg tidak penting, tapi ada yang lebih penting. Bupati Jember sudah melakukan banyak hal seperti UHC, beasiswa, dan perbaikan infrastruktur jalan yang dirasakan langsung masyarakat,” ungkap Agus.

Sementara itu, suara dari pelaku usaha juga muncul. Ketua Jember Sound System Community (JSSC), Arief Sugiartani, menyatakan bahwa pihaknya tidak menolak fatwa MUI, namun menuntut kejelasan teknis agar pelaku usaha tidak dirugikan.

“Intinya kami tidak menolak fatwa tersebut. Tapi harus ada kejelasan, yang tidak boleh seperti apa, dan yang masih diperbolehkan seperti apa,” katanya.

Arief menegaskan bahwa para pelaku usaha siap diatur, asalkan aturan dibuat dengan mempertimbangkan semua kepentingan.

“Semua pendapat harus diakomodir, baik dari yang suka maupun yang tidak suka dengan sound horeg,” tegasnya.

Dengan dinamika yang terus berkembang, bola kini ada di tangan Pemprov Jawa Timur untuk memberikan kejelasan arah kebijakan agar tak terjadi kebingungan dan gesekan di tingkat daerah.

Pos terkait