LINTASJATIM.com, Surabaya – Fenomena sound horeg yang tengah menjamur di sejumlah daerah di Jawa Timur menuai perhatian serius dari Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak.
Meski tak menutup mata terhadap potensi ekonomi yang dibawa oleh tren ini, Emil mengingatkan bahwa ekspresi budaya harus tetap sejalan dengan etika dan peraturan yang berlaku.
Dalam pernyataannya di Gedung Negara Grahadi, Senin (14/7/2025), Emil menyampaikan bahwa kegiatan semacam sound horeg harus dijalankan dengan mempertimbangkan dampak sosial dan keagamaan yang ditimbulkan. Menurutnya, perayaan musik bukan alasan untuk mengabaikan ketertiban umum.
“Sound horeg harus patuhi aturan pemerintah dan fatwa ulama. Kita harus memastikan bahwa kegiatan ini tidak mengganggu ketertiban umum dan kegiatan keagamaan,” tegas Emil.
Ia juga menyayangkan praktik-praktik menyimpang dalam kegiatan sound horeg yang kadang menampilkan pertunjukan tidak pantas di ruang publik. Emil menilai, bentuk hiburan yang melibatkan penari berpakaian terbuka di ruang terbuka bisa menciptakan kesan negatif terhadap masyarakat luas.
“Kalau itu sampai ada penari-penari berpakaian tidak sopan di tempat umum, seolah-olah klub malam dipindahkan ke lapangan desa. Saya tanya, apakah saya setuju? Tidak,” ujarnya lantang.
Lebih jauh, Emil juga menyoroti dampak fisik dari kegiatan tersebut, terutama jika infrastruktur desa dirusak demi memberi akses kendaraan pembawa sound system. Ia menolak keras segala bentuk pengabaian terhadap fasilitas umum hanya demi kelancaran acara.
“Kalau sampai portal dibongkar, gapura dirusak hanya karena kendaraan sound-nya tidak muat lewat, apakah saya setuju? Jelas tidak,” kata suami Arumi Bachsin itu.
Pemerintah, lanjut Emil, membuka ruang bagi kegiatan masyarakat, tetapi tetap menuntut kepatuhan terhadap regulasi. Penggunaan sound system, kata dia, harus mengikuti aturan mengenai tingkat kebisingan dan memiliki izin keramaian yang jelas.
“Kita harus memastikan bahwa sound horeg tidak melebihi batas desibel yang ditentukan dan tidak mengganggu kegiatan keagamaan,” tambahnya.
Emil juga menyambut baik fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang mengatur penggunaan sound horeg. Menurutnya, pandangan ulama menjadi pijakan penting untuk menjaga harmoni antara hiburan dan nilai-nilai spiritual.
“Fatwa Ulama tentang penggunaan sound horeg sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan ini dilakukan dengan baik dan tidak mengganggu ketertiban umum,” ucapnya.
Namun, Emil menegaskan bahwa dirinya tidak anti terhadap sound system itu sendiri. Ia mengakui bahwa sektor ini juga menghidupi banyak masyarakat. Yang penting, katanya, jangan sampai aspek ekonomi mengabaikan nilai-nilai moral.
“Kita semua setuju kan bahwa sound system juga memberi penghidupan, tapi jangan kemudian mengutamakan penghidupan tapi melupakan masalah agama, melupakan masalah moralitas,” pungkasnya.
Dengan pernyataan ini, Emil Dardak ingin menegaskan bahwa pemerintah mendukung ekspresi masyarakat, namun tetap dalam koridor yang tidak merugikan lingkungan sosial dan spiritual tempat mereka tinggal.