IPNU-IPPNU dan Gusdurian Sidoarjo Gelar Majelis Taklim Lintas Agama, Bahas Kehilangan Kedalaman Batin di Era Digital

IPNU-IPPNU dan Gusdurian Sidoarjo Gelar Majelis Taklim Lintas Agama
IPNU-IPPNU dan Gusdurian Sidoarjo Gelar Majelis Taklim Lintas Agama

LINTASJATIM.com, Sidoarjo – Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Sidoarjo bekerja sama dengan Gusdurian Sidoarjo menggelar Gala Premier Majelis Taklim Pelajar Nahdliyyin (Mata Pena) yang dipusatkan di Pura Penataran Agung Margo Wening, Balonggarut, Krembung, Sidoarjo, Kamis (13/3/2025).

Mata Pena merupakan kajian rutin Pelajar NU Sidoarjo yang kali ini digelar secara berbeda dari sebelumnya. Dimana membahas tema ‘Kehilangan Kedalaman Batin di Era Digital’ bersama narasumber dari lintas agama, mulai dari M. Sirojul Chakim (Islam), Pandita Made Budi Astika (Hindu), Pendeta Andreyas Firmantyo (Kristen), dan Pandita Nanang Sutrisno (Budha).

Bacaan Lainnya

Ketua PC IPNU Sidoarjo, M Avif Fawaid menjelaskan, Mata Pena menjadi upaya IPNU-IPPNU untuk menghidupkan nalar berfikir Pelajar NU, dengan menghadirkan berbagai tema pembahasan yang penting bagi kalangan pemuda.

“Kali ini Mata Pena hadir dengan kemasan yang berbeda, jika sebelumnya dilaksanakan dari satu Warung Kopi (Warkop) ke Warkop, maka kali ini dilaksanakan di Pura untuk menghidupkan semangat toleransi dan kerukunan antar umat beragama,” ungkapnya.

Avif menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dengan kehidupan spiritual yang mendalam.

Mata Pena kali ini merupakan sarana untuk mengedukasi dan membuka dialog antar agama, serta mempererat kerukunan umat beragama di tengah perkembangan dunia digital yang sangat pesat.

“Kita tidak sedang berbicara keagamaan, kita sedang berbicara dalam konteks kemanusiaan tentang kondisi generasi muda hari ini yang seolah-olah harus mengikuti perkembangan teknologi, akan tetapi justru akan menjebak ke dalam arus yang tidak kita ketahui,” katanya

Pemangku (Pimpinan) Pura Penataran Agung Margo Wening, Pandita Made Budi Astika sangat menyambut baik kegiatan positif yang melibatkan generasi muda dalam membangun sikap toleransi antar umat beragama.

Menurutnya, peran generasi muda sangat penting dalam menciptakan kedamaian dan harmoni antar umat beragama, terlebih di tengah perkembangan dunia digital yang membawa banyak tantangan.

“Saya sangat menyambut baik kegiatan positif seperti ini yang mengundang kita semua untuk berdiskusi dan saling memahami satu sama lain, terutama dalam memperkuat sikap toleransi. Kegiatan semacam ini sangat penting agar kita sebagai generasi muda dapat menjalin hubungan yang lebih baik dan menghargai perbedaan agama,” ujarnya.

Selain itu, Pendeta Andreyas Firmantyo juga sangat mengaresiasi upaya IPNU-IPPNU dalam menjaga ukhuwah Wathaniyah.

Berbicara medsos sebagai kefanaan yang relatif sebagai seorang yang menganut agama Kristen, ia menjelaskan teologi Kristen jadi dalam menggaris bawahi bagaimana manusia terutama gen Genzi yang tidak berfikir kritis saat ini

“Thank you sekali anda menjaga kehidupan berbangsa ini Anda masih berpikir serius bahwa kayak-kayak gini itu penting berbasis ukhuwah anda terima kasih kepada agama Buddha yang mengajarkan saya banyak hal untuk untuk memahami kefanaan dunia ini,” ungkapnya.

Ia mengingatkan untuk menjaga emosi, karena dapat mudah memicu oleh berbagai informasi yang beredar di media sosial. Dalam ajaran Kristen, kestabilan emosi juga berkaitan dengan kedamaian hati yang datang dari hubungan yang erat dengan Tuhan.

“Ketika kita tidak stabil emosi akan kesadaran kita dituntun oleh yang namanya algoritma. Hal tersebut yang dialami oleh anak muda Genzi yang tidak begitu kritis dan mudah percaya saja begitu kita tiba-tiba bisa marah sekali ketika melihat konten di media sosial,” tuturnya.

Sementara itu, Pandita Nanang Sutrisno yang menganut agama Budha menuturkan untuk fokus dalam menghadapi tantangan di era digital saat ini. Apapun informasinya akan tergantung respond an kebutuhan dari diri kita pribadi.

“Bagaimana ini menjadi sebuah Framework ketika kita mendapat informasi di media sosial apapun bentuknya ketika kita mencermati merasakan melihat bahwa informasi ini mengarah ke mana. Apakah keserakahan kita yang berkembang, atau kebenciannya, ataupun berkembang kebodohan batinnya. Sebuah informasi negative tidak perlu diambil, ya biasanya diwipe tinggalkan Scroll aja cari Apakah medsos ini enggak bermanfaat tentu akan ada sisi positif dan negatifnya,” terangnya.

Pos terkait