LINTASJATIM.com, Tulungagung – Belasan jurnalis asal Tulungagung berkunjung ngangsu kaweruh ke Kota Solo dan Yogjakarta. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tulungagung memilih ‘Study Referensi’ ke PWI Surakarta, Monumen Pers NasionL hingga ke salah satu media di Yogjakarta.
Tiba di Surakarta langsung disambut oleh Ketua Dewan Kehormatan PWI Surakarta, Andjar Hari Wartono Sekretaris, Asep Abdullah Rowi serta Bendahara PWI Surakarta, Dwi Puspitaningrum. Sedangkan Ketua PWI Surakarta, Anas Syahirul masih dalam kegiatan di KADIN Surakarta.
Ketua Dewan Kehormatan PWI Surakarta, Andjar Hari Wartono atau yang kerap disapa Pak Lek menjelaskan banyak hal didiskusikan dengan belasan wartawan yang dikomandani Ketua PWI Tulungagung Wiwieko Dharmaidiningrum.
Ia mengungkapkan perihal kondisi pers yang penuh dinamis dengan adanya perkembangan teknologi. Dirinya yang dahulu berada di media cetak harus berubah mengikuti zaman media online dan media sosial ia lakoni.
Tapi tidak lantas menyerah, pasti ada celah. Ditunjang semangat 45 para jurnalis bekerja kayak handphone multi tasking. Tidak lagi sekadar bisa menulis di portal berita atau platform cetak.
“Kita harus bisa beradaptasi dengan dunia jurnalistik. Harus bisa beradaptasi dengan dunia jurnalistik kekinian,” beber Pak Lek dikutip Lintasjatim.com, Senin (28/10/2024).
Dirinya mengulas seharusnya bisa nyooting layaknya kameramen televisi. Stelah itu mengupload dalam social media yang kini berjibun. Mulai Facebook, Instagram, TikTok, YouTube juga X Twiter dan thread.
“Ini bagi wartawan seumuran ABG angkatan babe gue sweet dak munggah (60 keatas) dengan ajian kepepet harus bisa. Soal kualitas videonya banyak gambar goyang itu belakangan,” jelasnya.
Setelah itu, berkunjung dan berdiskusi ke salah satu media nasional swasta di Yogjakarta. Transformasi digital mau tidak mau mengikuti perkembangan zaman sekaligus mengikuti permintaan pasar atau pembaca.
Editor In Chief Radar Jogja, Ribut Raharjo mengungkapkan perusahaan mulai mengikuti di era disrupsi dengan pembuatan konten di YouTube, Facebook hingga podcast yang sudah memiliki studio tersendiri.
“Podcast ini kita bikin saat pandemi yang lalu,” terang Ribut Raharjo.
Usai 30an menit berdiskusi tanya jawab gayeng, lantas Ribut mengajak belasan wartawan untuk menyaksikan langsung studio podcast. Ada dua ruangan yang cukup representatif, di sebelah timur untuk podcast dan barat digunakan untuk lokasi voice over.