LINTASJATIM.com, Surabaya – Masalah sengketa Pilwali Surabaya ternyata masih terus bergulir. Terbaru, Mahkamah Konstitusi menjadwalkan akan melakukan sidang sengketa pada Hari Selasa (26/1/2021).
Ditemui di Surabaya, Machfud Arifin-Mujiaman selaku pihak yang melayangkan gugatan memberikan apresiasinya kepada pihak Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi akhirnya menindaklanjut permohonan tersebut dengan menerbitkan Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dengan registrasi perkara Nomor 88/PHP.KOT-XIX/2021.
“Terbitnya registrasi perkara tersebut sekaligus membantah sejumlah kabar miring dan asumsi beberapa pihak bahwa perkara tersebut akan ditolak MK sejak awal. Selanjutnya persidangan perdana akan digelar di Gedung MK pada hari Selasa, 26 Januari,” kata Machfud Arifin, Jumat (22/1/2021).
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa MA ini memastikan jika dirinya bersama tim telah siap menghadapi sidang sengketa Pilwali Surabaya.
“Menghadapi persidangan pendahuluan dan persidangan selanjutnya, tim kuasa hukum sudah mempersiapkan sejumlah fakta-fakta yang akan menjadi bukti persidangan nantinya,” tegasnya.
“Fakta tersebut digunakan untuk menunjukkan telah terjadinya kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif dalam penyelenggaraan Pilkada Kota Surabaya tahun 2020 yang lalu,” ucap Machfud Arifin.
Kata MA, Kuasa hukum akan menunjukkan seluruh dugaan kecurangan tersebut di depan para hakim konstititusi sehingga diharapkan membuka “kotak pandora” kecurangan pilkada yang lalu.
Lebih lanjut, Veri Djunaidi berharap agar persidangan yang digelar dapat adil tanpa ada kecurangan apapun.
“Machfud Arifin dan Mujiaman menyadari MK semakin berjalan menuju peradilan yang maju dan semakin menjunjung keadilan substansial dalam setiap perkara yang diperiksa dan diputus. Tidak terkecuali dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU),” ujaranya.
“MK enggan menyandera kakinya menjadi hanya sekedar Mahkamah Kalkulator dalam setiap perkara pemilihan. Karena banyak kasus dan pengalaman empirik menunjukkan adanya pelanggaran massif dalam pemilihan kepala daerah tidak dapat diproses akibat syarat formil ambang batas,” tambahnya.
“Keberadaan Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi bukti. Peraturan ini semakin meneguhkan sikap dan posisi MK dalam sengketa pemilihan kepala daerah menuju peradilan yang menggali keadilan substansial. Untuk mencapai persidangan yang fair, Machfud Arifin dan kuasa hukum meminta kepada seluruh pihak untuk menahan diri dan jangan gunakan kekuasaan untuk mengganggu proses hukum yang berjalan. Proses di MK harus dihormati oleh semua pihak,” pungkas Veri.