6 Fakta Warga Surabaya Urus Akta Kematian Hingga ke Kemendagri Jakarta

Yaidah Saat Berada di Kemendagri Urus Akta Kematian
Yaidah Saat Berada di Kemendagri Urus Akta Kematian

LINTASJATIM.com, Surabaya – Yaidah (51), warga Perumahan Lembah Harapan, Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya harus mengalami rentetan peristiwa pilu akibat mengurus akta kematian anaknya.

Ibu dua orang ini menjadi korban oknum petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya.

Puncak kesabarannya habis ketika berulang kali pengurusan aktanya dipersulit di Dispendukcapil Kota Surabaya.

Yaidah pun memutuskan pergi ke kantor Kemendagri Pusat di Jakarta agar proses pengurusan akta cepat selesai.

Berikut 6 rentetan kisah pilu Yaidah yang dipersulit saat urus akta kematian anaknya:

1. Mengurus ke kelurahan hingga Rumah Sakit

Awal Agustus 2020, Yaidah mulai mengurus akta kematian anaknya ke kelurahan dengan membawa surat pengantar dari rumah sakit.

Namun, pihak kelurahan malah mempermasalahkan penyebab anaknya yang meninggal karena DOA (Death On Arrival).

Akibatnya, Yaidah meminta penjelasan detail mengenai penyebab meninggal anaknya. Diketahui anaknya meninggal karena terserang angin duduk.

“Masa wong meninggal kok karena DOA. Enggak ada karena DOA,” kata Yaidah mengulang ucapan petugas kelurahan.

2. Bolak-balik ke kelurahan

Setelahnya, Yaidah kembali mengurus akta ke kelurahan. Sayangnya, kantor kelurahan di lockdown karena ada petugas yang meninggal karena Covid-19.

Yaidah pun dibuat kebingungan lantaran waktu mengurus klaim asuransi hanya 60 hari. Hingga pada tanggal 25 Agustus 2020, Yaidah menyerahkan berkas-berkas yang diperlukan untuk mengurus akta kematian anaknya.

Namun, pengurusan akta kematian yang diharapkan tak kunjung mendapat kepastian hingga Yaidah berulang kali bolak ke kelurahan guna memastikan pembuatan akta itu.

Namun, progress pengurusan akta tak ada kemajuan dengan alasan tidak bisa mengakses sistem. Akhirnya, Yaidah mengurusnya ke Dispendukcapil Siola.

3. Datang ke Dispendukcapil Gedung SIOLA

Setelah berkas-berkas di kantor kelurahan diambil pada tanggal 21 September 2020, Yaidah melanjutkan pengurusan akta ke Dispendukcapil Gedung SIOLA.

Namun bukan sambutan yang didapat, Yaidah harus menerima sikap ketus petugas. Yaidah disuruh kembali ke kelurahan dengan alasan tidak ada pelayanan tatap muka saat pandemi.

“Belum apa-apa, saya cuma nanya saja mau ngurus akta kematian, langsung jawabnya nyolot. Kalau mengurus akta kematian itu sekarang gak ada tatap muka Bu. Ibu harus kembali ke kelurahan,” ujar Yaidah melontarkan perkataan petugas.

Yaidah dengan susah payah menjelaskan rentetan kejadian yang dialaminya saat mengurus akta di kelurahan. Yaidah pun, diarahkan ke lantai 3 Gedung Siola.

Lagi-lagi, Yaidah dipersulit dengan mengatakan pembuatan akta kematian berada di lantai 1. Lama menunggu kejelasan dari petugas, petugas yang bernama Anisa datang dan mengutarakan penyebab akta kematian sulit diakses karena tanda petik di nama anaknya.

Petugas itu juga mengatakan akses data anaknya harus menunggu persetujuan dari Kemendagri. Yaidah pun mempertanyakan tenggat waktu mengurus klaim asuransi.

“Yo lama wong yang dikirim Bulan Juli aja baru jadi barusan,” jawab petugas dengan ketus.

4.  Nekat berangkat ke Kemendagri Sendirian

Ditengah kegusarannya karena klaim asuransi tak kunjung jadi, Yaidah memutuskan ke Jakarta berbekal izin dari suaminya. Yaidah  berangkat ke Jakarta dengan naik kereta api dan akan menuju kantor Kemendagri Pusat di Jakarta. Kepergian Yaidah tersebut hanya berbekal tekad dan nekat.

Sesampainya di Pasar Senen, Yaidah berangkat ke kantor Kemendagri di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat dengan menaiki ojek online. Sialnya, Yaidah diberitahu bahwa ia salah alamat. Yaidah pun diminta ke kantor Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Jakarta Selatan

“Sampainya di Jakarta Selatan, ditanya ibu mau apa? Mau ngurus akta kematian. Ibu dari mana? dari Surabaya, kaget semua para penjaganya itu. Kok ngurusnya ke sini, ngurusnya ya di sana. saya jawab tanda petiknya nunggu dari Kemendagri pusat enggak bisa diakses,” kata Yaidah.

Petugas yang berasal dari Krian Sidoarjo yang bisa berbahasa Jawa pun datang membantu Yaidah. Yaidah pun menjelaskan rentetan peristiwa rumit yang dialaminya hingga ia bisa sampai di Jakarta.

5. Ulah oknum pegawai Dispendukcapil Surabaya

Petugas menyampaikan bahwa Yaidah merupakan korban dari ulah oknum. Petugas langsung menghubungi petugas Dispendukcapil Surabaya bernama Herlambang

“Pak ini ada warga bapak kok sampai ke sini hanya karena ngurus akta kematian. Ini orangnya ada di depan saya. Pak tolong dijadikan kasihan ini ibu jauh-jauh,” ujar Yaidah mengulangi ucapan petugas.

Yaidah Mendapatkan Akta Kematian Lintasjatim.com
Yaidah Mendapatkan Akta Kematian Lintasjatim.com

Petugas Dispendukcapil Kota Surabaya pun langsung mengurusberkas akta kematian yang inginkan Yaidah dan mengatakan akta itu akan segera jadi. Selang beberapa waktu berkas itu pun jadi dan dikirim ke petugas Jakarta via Whatsapp. Petugas di Jakarta pun berbaik hati mencetak akta kematian yang diminta Yaidah.

“Saat itu yang tanggal 23 itu langsung dikirim ke hp diprintkan, tanggal 24 langsung saya serahkan ke pihak asuransi pusat. kan pusatnya di Jakarta, Alhamdulillah langsung lega,” ungkap Yaidah.

Yaidah pun tak menyangka jika pengurusan akta kematian untuk klaim asuransinya harus dioper-oper oleh petugas Dispendukcapil.

6. Akta kematian untuk klaim asuransi

Tanggal 28 Juli 2020 merupakan hari berduka bagi Yaidah. Bagaimana tidak, Yaidah harus kehilangan putranya, Septian Nur Mu’aziz (23).

Anak bungsunya tersebut menyusul kematian kakak perempuannya yang sebelumnya telah dipanggil sang pencipta terlebih dahulu di usia 27 tahun.

Kemudian, Yaidah memutuskan untuk mengklaim asuransi anaknya. Karena asuransi anaknya ditanggung oleh perusahaan. (Mardiyah/Atj)

Pos terkait