LINTASJATIM.com, Nganjuk – Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2020, Komunitas Gusdurian Nganjuk SCD menggelar diskusi terbatas dengan tema peran santri dalam pembagunan nasional.
Acara yang berlangsung di Rumah Baca Iqra Jl. Nganjuk Madiun Desa Wilangan, Kecamatan Wilangan-Nganjuk itu menghadirkan DR. M Arif ketua LTN NU Nganjuk.
DR. M Arif dalam paparannya mengatakan, pondok pesantren memiliki peran penting dan selalu ikut berpartisipasi dalam pembangunan bangsa di segala bidang, terutama dalam bidang pendidikan.
“Dari pondok pesantren, telah lahir banyak tokoh bangsa yang telah berjasa kepada bangsa dan negara,” ungkap Arif yang juga Ketua Gusdurian Nganjuk.
Lebih lanjut Gus Arif mengatakan, keberadaan pondok pesantren di tengah pembangunan nasional tidak hanya mencakup pembangunan fisik. Tetapi juga pembangunan mental spiritual, melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Di masa depan, generasi muda yang hebat, tidak hanya pintar dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi juga memiliki pemahaman ilmu keagamaan yang memadai,” kata Dedi dalam keterangan yang diterima, Rabu (23/10/2020).
Karena itu, peran pondok pesantren dalam mencetak generasi muda yang mumpuni tidak bisa dipandang enteng. Karena pondok pesantren menjadi kawah candradimuka bagi generasi muda atau santri. Para santri dibekali berbagai ilmu, baik pengetahuan, teknologi dan ilmu agama.
“Santri yang tidak dibekali dengan pemahaman ilmu keagamaan yang memadai, bisa menjurus pada aksi radikal dan teroris,” tambah Gus Arif.
Selain itu pembangunan karakter para santri di pondok pesantren sesungguhnya telah sejalan dengan program revolusi mental yang tercantum dalam Nawacita.
Pembangunan karakter melalui pendidikan dapat memperkuat mental spiritual para santri dan santriwati. Selain itu, pendidikan karakter juga mampu menjunjung tinggi nilai kebhinnekaan dan keberagaman di Indonesia.
Hal ini tidak hanya berlaku di Indonesia, karena sesungguhnya Al Quran juga mengajarkan tentang keberagaman melalui perbedaan warna kulit, perbedaan bahasa dan perbedaan budaya.
“Al-Quran tidak hanya mengajarkan kita untuk taat kepada Allah SWT, tetapi juga mengajarkan kita untuk menerima perbedaan antar umat manusia,” katanya.
Beberapa tokoh dan undangan juga hadir dalam diskusi tersebut seperti M Sajid Sutikno Kodinator Dai Ahmadiyah Jatim 2, Pak Agus Tionghoa, M Khoirul Anwar Lintasjatim.com dan Mas Tri Penghayat Kepercayaan serta Atik Fatmawati NF pendiri rumah baca Iqra Wilangan. (Anw/Stj)