LINTASJATIM.com, Bangkalan – Himpunan Mahasiswa Bangkalan (HIMABA) rembuk bareng bersama Anggota Komisi V DPR RI H. Syafiuddin Asmoro soal ancaman krisis kekeringan di Bangkalan.
Bangkalan masih perlu bekerja keras dalam menangani problem kekeringan, yang selalu berulang sepanjang musim kemarau berlangsung.
Khususnya dalam mencari solusi untuk menemukan atau membuat sumber-sumber air permanen yang bisa dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga yang terdampak.
“Kendati begitu, solusi ini harus diupayakan agar ini tidak menjadi persoalan menahun bagi daerah setempat,” kata Abah Syafi sapaan akrabnya. Minggu (11/10/2020).
Kata dia, solusinya perlu kerjasama semua elemen baik pemerintah, masyarakat dan temen-temen pemuda dan mahasiswa.
“Bagi pemerintah Bangkalan, ajukan proposal. Matangkan konsepnya, nanti kami perjuangkan penganggarannya di pusat, karena ini butuh korelasi dengan pemda,” jelasnya.
Isu kekeringan ini merupakan krisis klasik, kata Abah Syafi kita tidak hanya membuat tandon dan pengeboran, tetapi lebih dari itu agar dampaknya dapat di rasakan seluruh rakyat Bangkalan.
Satu pesan penting yang disampaikan oleh H. Syafi pada mahasiswa Himaba.
“Jadilah Intelektual Organik yang mampu menginventarisir segala persoalan yang ada di daerah dan Desa. Hingga memberikan tawaran jawaban atas permasalahan yang ada untuk kemajuan Bangkalan,” pesannya.
Dirinya juga memiliki tanggung jawab untuk Madura, khususnya Bangkalan, sebelumnya sudah kami usulkan di Arosbaya.
“Kami pernah gagas dengan Kepala Bappeda dan Pak Bupati. Tapi masih belum di disepakati oleh PUPR. Tapi kami tetap konsisten untuk perjuangkan,” papar politisi PKB tersebut.
Soleh Abdi Jaya, selaku warga setempat juga mengutarakan keluh kesahnya pada Abah Syafi soal kekeringan di Bangkalan, khususnya di Kecamatan Geger.
Cerita Soleh, Desa Banyoneng Laok dan Dajah masuk kritis akut. Dirinya pernah diskusi dengan warga setempat. Kebetulan tepat di desa Soleh kemungkinan jika di bor ada air.
Warga sudah sepakat untuk membeli pipa. Pipa itu harus tebal dan besar, tak lain agar alirannya tak jebol nantinya.
“Tapi kami tidak perbolehkan, kami. Berpikir kita punya wakil rakyat dan pemerintah, lantas apa fungsinya mereka jika tak tau keluh kesah rakyat di bawah,” ungkapnya.
Hal ini Soleh sampaikan pada Pak Bupati, serta mengundang dinas pertambangan untuk melihat kondisi lokasi sumber air.
“Hasil penelitian dari pakar ahli pertambangan, ternyata gas alam diperut bumi yang ada di lokasi Geger terlalu besar. Solusinya adalah menanam pohon kolor,” cerita Soleh.
Disisi lain, dengan menanam pohon kolor dirinya pesimis, karena membutuhkan waktu yang lama untuk sterilkan di perut bumi.
“Dua generasi saja, tidak akan muncul air, meskipun ditanam kolor,” keluhnya.
Solusi terakhir bagi dirinya, adalah dengan membangun bendungan, itu yang dirasa efektif.
“Saat ini ada wakil rakyat. Jadi kami tunggu realisasinya. Bendungan ini sangat efektif. Saya lihat di Desa lain sangat bermanfaat,” pintanya pada Legislator, baik pusat, provinsi dan daerah.
Sementara Eko Setiawan, Kepala Bappeda Bangkalan pemerintah sudah
semaksimal mungkin, tapi kondisi keuangan yang sangat terbatas. Jadi masih belum banyak yang bisa dilakukan.
“Kita rencanakan pembangunan SPAM, jikapun tak ada sumber air kita gunakan pipanisasi atau droping air,” jelasnya.
Sedangkan Rizal Morris, kepala BPBD mengatakan droping air yang dilakukan merupakan langkah darurat, jika penanganan jangka panjang kita rekomendasikan ke PUPR.
“Solusi darurat selama ini hanya droping air, anggaran di tahun 2020 setelah refocusing itu 100 juta, jika tidak cukup kami minta back-up pada BPBD Jatim,” paparnya.
Perlu diketahui HIMABA dalam kegiatan diskusi kedaerahan tersebut mengambil tema “Bangkalan dalam ancaman krisis kekeringan, kemana prioritas pembangunan di Kabupaten Bangkalan”.
Kegiatan ini juga dihadiri, H. Syafiudin Asmoro DPR-RI. Wibagio Suharta Kadis Dinsos. Risal Morris Kepala BPBD. Kepala Bappeda, Eko Setiawan dan Soleh Abdijaya Tokoh Masyarakat. (Syaf/Stj)