LINTASJATIM.com, Surabaya – Dukungan publik terhadap rencana pembentukan Komite Reformasi Polri terus menguat. Salah satu yang menyoroti hal tersebut adalah tokoh Madura, HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, yang akrab disapa “Gus Lilur”. Ia menilai bahwa pembenahan institusi kepolisian harus benar-benar menyentuh akar persoalan, bukan hanya aspek formalitas.
Menurut Gus Lilur, meskipun reformasi sering digaung-gemborkan, di berbagai daerah praktik yang merugikan masyarakat masih terus eksis — khusunya tebang ilegal atau tambang liar. “Jangan sampai reformasi hanya seremonial, sementara di lapangan masih banyak praktik yang mencederai keadilan,” ujarnya, Senin (29/9/2025).
Gus Lilur menyebutkan salah satu kasus yang menurutnya mencerminkan urgensi reformasi: aktivitas tambang galian C ilegal di kawasan Asta Tinggi, Sumenep, Madura. Lokasi itu dikenal sebagai kawasan wisata religi dan juga tanah warisan keluarga keturunan raja. Menurut laporan, aktivitas tambang telah dilaporkan sejak 6 Februari 2023, namun belum ada tindakan tegas dari aparat hukum.
“Meski polisi sempat mengecek lokasi pada 30 Desember 2024, aktivitas tetap berjalan hingga terakhir pada 19 September 2025,” ungkap Ketua Yayasan Panembahan Somala (YPS), RB Moh Amin. Ia bahkan menyebut memiliki bukti foto dan video kegiatan tambang ilegal tersebut.
Pemerintah tengah merencanakan Komite Reformasi Polri sebagai bagian dari evaluasi kelembagaan Polri, dan sebagai landasan revisi Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian — yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2029. Wakil Ketua DPR, Saan Mustopa, menyatakan bahwa hasil komite ini nantinya bisa menjadi rujukan pembahasan revisi UU Kepolisian.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyebutkan bahwa susunan anggota komite masih dalam perumusan, dan diperkirakan melibatkan sekitar sembilan orang, termasuk mantan Kapolri. Salah satu nama yang disebut sudah menyatakan kesediaan ikut adalah Mahfud MD, eks Menko Polhukam.
Dengan kritik yang dilontarkan Gus Lilur, harapan publik adalah agar reformasi kepolisian tak hanya berujung rekomendasi administratif, tetapi mampu menghadirkan penegakan hukum yang transparan, adil, dan menindak tanpa pandang bulu bahkan terhadap pelanggaran di pelosok seperti tambang ilegal di Madura.