LINTASJATIM.com, Surabaya – Pemkot Surabaya kembali menegaskan komitmennya dalam menangani kenakalan remaja secara persuasif dan terarah.
Anak-anak yang terjaring dalam patroli pembatasan jam malam tidak serta-merta dihukum, melainkan diarahkan ke program pembinaan selama tujuh hari—tentu dengan persetujuan orang tua.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menjelaskan bahwa masa pembinaan tersebut bukan bentuk pemidanaan, melainkan sarana edukatif yang tetap memperhatikan hak-hak anak.
Ia menegaskan bahwa keputusan penempatan di asrama pembinaan bukan sepihak dari pemerintah.
“Jadi bukan kami yang mengambil keputusan itu, tapi bagaimana kita diskusi dengan orang tua. Saya ingin merubah betul mindset-nya ini,” ujar Eri di Balai Kota Surabaya, Jumat (4/7/2025).
Langkah ini diberlakukan bagi anak-anak yang tertangkap melanggar jam malam dan terbukti melakukan tindakan negatif seperti konsumsi alkohol atau terlibat tawuran.
Sebelum ditempatkan di asrama, wali kota akan bertemu langsung dengan orang tua anak untuk membicarakan rencana pembinaan.
“Iki tak didik yo, karena dia sudah berlebihan seperti ini. Baru nanti masuk di asrama kita. Tapi tetap, asrama itu berbasis sekolah,” jelasnya.
Selama menjalani pembinaan, anak tetap mendapatkan akses pendidikan. Mereka akan diantar ke sekolah pada jam belajar dan kembali ke asrama seusai jam pulang.
Menurut Eri, pola ini bertujuan menjaga kesinambungan pendidikan anak meskipun sedang dalam masa pembinaan.
Namun, ia juga menegaskan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan keluarga. Jika orang tua menolak, pemerintah akan mencari alternatif lain melalui musyawarah.
“Wong tuane mampu enggak mendidik? Kalau bilang, ‘Pak, aku titip 6 bulan,’ ya tak gowo nang asramaku. Tapi kalau bilang, ‘Pak, tetap diaku,’ nanti kita diskusi,” terangnya.
Kebijakan pembatasan jam malam sendiri telah diterapkan sebagai langkah preventif untuk menghindarkan anak-anak dari risiko pergaulan bebas, penyalahgunaan zat adiktif, hingga tindak kekerasan. Aturan ini berlaku sejak pukul 22.00 hingga 04.00 WIB.
Meski demikian, ada pengecualian untuk anak-anak yang memiliki keperluan khusus seperti kegiatan pendidikan, acara keagamaan, situasi darurat, atau kebutuhan kesehatan mendesak—selama dalam pengawasan atau seizin orang tua.
“Ini agar anak fokus belajar, istirahat cukup, dan tidak terjerumus ke lingkungan yang membahayakan. Kita tidak melarang secara kaku, tapi mengarahkan,” ungkap Eri.
Ia juga menekankan bahwa tempat-tempat seperti warung kopi, warnet, dan penyedia gim daring harus membatasi akses bagi anak-anak, terutama di malam hari.
Dengan pendekatan ini, Eri berharap tak hanya membatasi anak berada di luar rumah larut malam, tapi juga membangun sinergi antara pemerintah dan keluarga dalam mendidik generasi muda Surabaya.