Mikroplastik di Air Hujan Surabaya Mengkhawatirkan, Ahli Peringatkan Dampak Kesehatan

Kondisi hujan di Surabaya. Sumber foto: www.detik.com
Kondisi hujan di Surabaya. Sumber foto: www.detik.com

LINTASJATIM.com, Surabaya – Temuan mikroplastik dalam air hujan di Surabaya kembali menegaskan bahwa ancaman pencemaran plastik kini benar-benar merasuk hingga ke lapisan atmosfer.

Para ahli mengingatkan bahwa fenomena ini bukan sekadar isu lingkungan, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.

Bacaan Lainnya

Dikutip dari detikJatim.com, dosen Program Studi Teknologi Laboratorium Medis FIK UM Surabaya, Vella Rohmayani, menyebut mikroplastik telah menginvasi hampir seluruh elemen lingkungan.

“Mikroplastik adalah partikel plastik berukuran 5–1 milimeter dengan bentuk beragam seperti serat, fragmen, dan granula,” ujarnya, Sabtu (15/11/2025).

Ia menjelaskan mikroplastik terbagi menjadi dua jenis: primer yang berasal dari produk kosmetik dan kesehatan, serta sekunder yang muncul akibat degradasi plastik. Kedua jenis ini, kata Vella, kini menyebar tanpa batas.

“Mikroplastik telah ditemukan di laut, sungai, udara, hingga tubuh mikroorganisme. Ukurannya yang sangat kecil memungkinkan partikel ini masuk ke organisme mana pun,” jelasnya.

Salah satu jalur penyebaran yang mulai terlihat jelas adalah hujan. Ia menyebut partikel plastik bisa terangkat ke udara melalui pembakaran sampah maupun aktivitas manusia lainnya, lalu kembali turun sebagai presipitasi.

“Air hujan dapat terkontaminasi mikroplastik karena partikel ini terangkat ke atmosfer dan jatuh kembali saat hujan,” tegasnya.

Menurut Vella, paparan mikroplastik bukan masalah ringan. Dalam jangka panjang, partikel ini bisa masuk ke dalam makanan dan minuman, memicu gangguan kesehatan serius.

“Penelitian menunjukkan mikroplastik dapat menyebabkan peradangan jaringan, gangguan hormon, masalah reproduksi, hingga komplikasi kehamilan,” ungkapnya.

Ia pun mengajak masyarakat melakukan tindakan pencegahan sederhana, seperti mengurangi plastik sekali pakai, membawa tas belanja sendiri, hingga tidak membakar sampah plastik. Selain itu, ia juga memberikan sejumlah imbauan praktis ketika hujan turun.

“Menggunakan masker filtrasi, memakai payung atau jas hujan, serta membersihkan diri setelah beraktivitas saat hujan dapat membantu mengurangi paparan,” sarannya.

Vella menekankan, pemerintah harus turun tangan untuk menangani kasus seperti ini.

“Perlu kebijakan tegas terkait larangan pembakaran sampah terbuka dan peningkatan sistem pengelolaan sampah terpadu. Produsen juga harus diatur lebih ketat dalam penggunaan kemasan plastik,” pungkasnya.

Sementara itu, data penelitian terbaru yang dilakukan Jejak, Growgreen, River Warrior, dan Ecoton menunjukkan Surabaya menduduki peringkat keenam kota dengan kontaminasi mikroplastik udara tertinggi di Indonesia.

Koordinator penelitian, Alaika Rahmatullah, mengungkapkan tingkat kontaminasi mencapai 12 partikel per 90 cm² dalam dua jam.

“Lokasi paling tercemar adalah Pakis Gelora dengan 356 partikel mikroplastik per liter, diikuti Tanjung Perak dengan 309 partikel per liter. Kondisi lingkungan seperti pembakaran sampah dan kedekatan dengan jalan raya turut memperparah situasi,” jelas Alaika.

Riset dilakukan pada Selasa (11/11/2025) sampai Jumat (14/11/2025) di delapan kawasan berbeda melalui penempatan wadah stainless steel, aluminium, dan kaca di ketinggian 1,5 meter. Temuan ini memperkuat kekhawatiran bahwa polusi plastik sudah memasuki fase kritis.

Pos terkait