Mikroplastik Turun Bersama Hujan di Malang

Sebaran mikroplastik di Malang Raya. Sumber foto: www.detik.com
Sebaran mikroplastik di Malang Raya. Sumber foto: www.detik.com

LINTASJATIM.com, Malang – Hujan yang turun di wilayah Malang Raya kini tak lagi sepenuhnya bersih. Tim peneliti Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) menemukan adanya kandungan mikroplastik dalam air hujan di lima titik pengambilan sampel di Malang Raya.

Temuan ini mengungkap bahwa polusi plastik tidak hanya mencemari tanah dan laut, tetapi kini juga beredar di udara dan turun bersama hujan.

Bacaan Lainnya

Dikutip dari detikJatim.com, Kepala Laboratorium Mikroplastik ECOTON, Rafika Aprilianti, menjelaskan bahwa mikroplastik dapat terdistribusi ke atmosfer melalui pembakaran sampah plastik maupun proses alami dari sampah yang terurai di udara terbuka.

“Saat masyarakat membakar sampah plastik, partikel mikroskopis ikut terlepas ke udara bersama asap dan debu,” ungkap Rafika, Senin (10/11/2025).

Ia menambahkan, partikel tersebut kemudian terbawa angin, mengalami pengembunan di atmosfer, lalu turun kembali ke bumi bersama butiran air hujan.

“Proses ini disebut wet deposition, di mana udara yang tercemar menjadi media baru penyebaran plastik,” jelasnya.

Dalam analisis yang dilakukan pada Jumat (7/11/2025) sampai Minggu (9/11/2025), tim ECOTON mengambil sampel air hujan dari lima lokasi, yakni Sudimoro, Gadang, Merjosari, Blimbing, dan Singosari.

Hasilnya, seluruh lokasi menunjukkan adanya kandungan mikroplastik, dengan konsentrasi tertinggi di Blimbing Kota Malang mencapai 98 partikel per liter.

“Jenis yang paling dominan adalah fiber atau serat halus plastik sintetis yang mencapai lebih dari 80 persen, disusul film dan fragmen,” terang Rafika.

Ia menilai, temuan ini menjadi bukti nyata bahwa polusi mikroplastik telah menembus atmosfer dan mengancam kualitas udara serta sumber daya air.

Berdasarkan data ECOTON, sumber utama mikroplastik di udara berasal dari pembakaran sampah plastik (55%), disusul abrasi ban dan aspal kendaraan (33,3%), aktivitas rumah tangga seperti laundry (27,7%), dan limbah kemasan plastik yang tidak terkelola (22%).

Rafika juga mengingatkan dampak kesehatan dari partikel mikroplastik yang berukuran di bawah 5 milimeter itu.

“Ukurannya sangat kecil sehingga bisa terhirup langsung melalui pernapasan atau terbawa air hujan ke sumber air minum,” ujarnya.

Ia menambahkan, sejumlah riset internasional menunjukkan bahwa mikroplastik di udara dapat membawa logam berat dan senyawa kimia berbahaya seperti Bisphenol-A (BPA), phthalates, dan flame retardants.

“Zat-zat ini bisa memicu stres oksidatif, gangguan hormon, serta meningkatkan risiko kanker akibat akumulasi bahan kimia di tubuh,” beber Rafika.

Peneliti ECOTON lainnya, Alaika Rahmatullah, menyebut fenomena ini sebagai bagian dari siklus plastik atmosferik.

“Partikel plastik yang terbakar akan menguap, mengembun, lalu turun lagi bersama hujan. Ini bukan hanya mencemari lingkungan, tapi juga membuka jalur paparan baru bagi manusia,” ujarnya.

Sebagai langkah pencegahan, ECOTON mendesak pemerintah daerah agar melarang pembakaran sampah plastik secara terbuka, terutama di kawasan padat penduduk.

Pos terkait