LINTASJATIM.com, Ponorogo – Serangan hama wereng kembali menghantui para petani padi di Kabupaten Ponorogo. Perubahan cuaca yang tak menentu disebut-sebut menjadi pemicu utama merebaknya hama cokelat tersebut, yang kini menyebabkan kerusakan serius pada lahan pertanian.
Di Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Ponorogo, kerusakan tampak nyata. Tanaman padi yang sebelumnya tumbuh subur kini mengering dan mati.
“Padinya terkena hama wereng coklat, sudah seperti wabah. Cepat sekali penyebarannya, dan banyak sawah petani yang terimbas,” ujar Ahmad Subeki, salah satu petani setempat, Kamis (10/7/2025).
Menurut Ahmad, kondisi tanaman semula cukup baik. Namun, dalam hitungan hari, bahkan malam, wereng menyerang dengan ganas.
“Satu malam saja bisa langsung rusak. Kalau dirawat biayanya mahal, jadi banyak yang memilih membiarkan. Rugi total,” katanya.
Petani lainnya, Farid Nurcholis, juga mengalami hal serupa. Ia terpaksa menyemprot pestisida lebih sering, meski konsekuensinya adalah peningkatan biaya produksi.
“Sudah tiga minggu ini serangan wereng tidak berhenti. Lahan saya sekitar 1 hektare terdampak,” ucapnya.
Kondisi ini diperparah oleh cuaca yang tidak stabil. Curah hujan yang masih turun hingga akhir Juni, padahal seharusnya sudah memasuki musim kemarau, menciptakan lingkungan yang ideal bagi perkembangan wereng.
“Seharusnya kemarau, tapi masih sering hujan. Ini yang memicu perkembangbiakan wereng jadi tidak terkendali,” ungkap Suwarni, Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Dinas Pertanian Ponorogo.
Data dari Dinas Pertanian mencatat, total 89,79 hektare sawah di Ponorogo terserang hama wereng. Dari luas tersebut, 2,6 hektare mengalami puso atau gagal panen total. Pemerintah daerah saat ini tengah menyiapkan langkah mitigasi untuk mencegah meluasnya serangan.
“Kami minta petani segera lapor kalau ada gejala serangan. Jangan ditunda,” imbau Suwarni.
Serangan hama wereng yang terjadi secara masif ini tak hanya mengancam ketahanan pangan lokal, tetapi juga mengguncang ekonomi petani yang selama ini menggantungkan hidupnya pada hasil panen.
Ke depan, kolaborasi erat antara petani, penyuluh pertanian, dan pemerintah daerah menjadi sangat krusial untuk menghadapi ancaman serupa.