Faktor Kebocoran dan Cuaca Buruk Diduga Jadi Pemicu Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya

Proses pencarian korban tenggelam KMP Tunu Pratama Jaya. Sumber foto: www.detik.com
Proses pencarian korban tenggelam KMP Tunu Pratama Jaya. Sumber foto: www.detik.com

LINTASJATIM.com, Banyuwangi – Insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di perairan Selat Bali masih menyisakan duka dan pertanyaan besar. Kapal penyeberangan yang membawa 65 orang dan 22 unit kendaraan ini tenggelam saat melintasi jalur Ketapang–Gilimanuk, Kamis (3/7/2025).

Hingga kini, enam korban ditemukan meninggal dunia, 30 penumpang selamat, dan 29 lainnya masih dalam pencarian.

Bacaan Lainnya

Laporan awal dari operator kapal menyebutkan bahwa salah satu penyebab utama diduga berasal dari kebocoran di ruang mesin.

“Kapal dilaporkan mengalami kebocoran di ruang mesin, kemudian terbalik dan hanyut ke arah selatan,” tulis laporan tersebut, Sabtu (5/7/2025).

Sinyal bahaya pertama diterima pada pukul 00.16 WITA, ketika kru kapal mengirimkan pesan darurat. Beberapa menit kemudian, kapal mengalami black out total, menandai kondisi kritis yang berujung pada tenggelamnya kapal.

Koordinat terakhir kapal tercatat di titik -08°09.371′, 114°25.1569′. Informasi tersebut disampaikan melalui channel komunikasi maritim, mempercepat respon tim penyelamat. Namun, selain faktor teknis, cuaca juga disebut-sebut berperan dalam tragedi ini.

Kasi Keselamatan Berlayar Penjagaan dan Patroli, Ni Putu Cahyani Negara, menyebut bahwa gelombang laut pada malam kejadian cukup tinggi.

“Menurut laporan BMKG, tinggi ombak saat itu mencapai 1,7 hingga 2,5 meter. Ini bisa jadi faktor pendukung yang memperburuk kondisi kapal,” jelas Cahyani.

Upaya penyisiran langsung dilakukan begitu laporan masuk. Namun, seperti disampaikan Cahyani, hasil pencarian dalam beberapa jam pertama belum membuahkan hasil.

“Penyisiran sudah dilakukan sejak dua jam setelah kapal dilaporkan terbalik. Tapi saat itu korban belum ada yang berhasil ditemukan,” tambahnya.

Di sisi lain, Kepala KSOP Kelas III Tanjungwangi, Purgana, mengingatkan agar publik tidak terburu-buru menarik kesimpulan. Meski begitu, ia mengakui bahwa kemungkinan kebocoran dan cuaca ekstrem bisa menjadi penyebab utama.

“Kami belum bisa memastikan, namun kemungkinan dua faktor itu cukup kuat. Pemeriksaan menyeluruh akan dilakukan setelah evakuasi selesai,” ujar Purgana.

Tragedi ini menjadi peringatan keras mengenai pentingnya pemeliharaan kapal dan kesiapsiagaan menghadapi kondisi cuaca yang cepat berubah, terutama di jalur laut padat seperti Selat Bali.

Pos terkait