LINTASJATIM.com, Ponorogo – Dalam beberapa tahun belakangan, terjadi fenomena Sekolah Dasar (SD) Negeri mendapat siswa sedikit setiap akan dimulainya tahun ajaran baru. Meski tidak dialami semua SD Negeri, tetapi fenomena ini cukup mengkhawatirkan.
Di Kabupaten Ponorogo sendiri, jumlah SD Negeri dengan pagu siswa terpenuhi dapat dihitung dengan jari. Sejauh ini hanya SDN 1 Mangkujayan saja yang pagu siswanya terpenuhi setiap tahun.
Fenomena itu diamini akademisi asal Ponorogo, Happy Susanto. Dia menilai, Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi perlu dikaji ulang, mengingat banyak SD Negeri yang justru tidak mendapatkan siswa.
“Sistem zonasi ini perlu dikaji dan dicarikan solusi terbaiknya,” kata Happy, Sabtu (16/7/2022).
Selain masalah PPDB, SD Negeri nampaknya sudah kalah pamor dengan SD swasta atau lembaga pendidikan yang lain. Diakui Happy, saat ini lembaga pendidikan swasta memang punya upaya luar biasa dalam persaingan mendapatkan siswa baru.
SD Swasta sampai menjalankan promosi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), hingga penyediaan fasilitas untuk menyalurkan bakat dan minat siswanya.
“Publikasi yang menjadi salah satu ukuran kepercayaan masyarakat. Misalnya si anak ini bisa ini, bisa itu disebarkan luaskan ke masyarakat, sebab itu menjadi suatu kebanggaan. Itu merupakan daya tarik untuk masyarakat Ponorogo dan SD Negeri belum banyak yang melakukan promosi itu,” kata laki-laki yang juga menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Ponorogo itu.
Jika minimnya siswa yang ada di sekolah lantaran keberhasilan program Keluarga Berencana, Happy meminta buka data di lintas sektoral kependudukan. Biar semua jadi tahu, sebenarnya anak yang masuk usia wajib sekolah itu berapa.
“Keberhasilan KB mungkin saja bisa mempengaruhi sedikitnya siswa yang ada di SD Negeri. Namun, dengan kenyataan lembaga pendidikan swasta lebih banyak siswanya, membuktikan bahwa bisa survive dan dapat mengatasi persoalan siswa baru ini,” ungkapnya.
Happy kembali menegaskan kembali, mungkin usaha yang dilakukan di lembaga pendidikan swasta belum dilakukan di SD Negeri. Contohnya terkait penyediaan fasilitas untuk bakat dan minat.
“Ektrakurikuler yang beda atau sesuai bakat minat, bisa menjadi daya tarik orangtua yang akan menyekolahkan anaknya,” katanya.
Fenomena ini, harus dijadikan pijakan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh. Sebab, SD Negeri dengan minim siswa ini, tidak hanya terjadi di tahun ini saja.
Evaluasi dilakukan secara seksama, efek dari KB, efek kualitas dan efek lain yang dibutuhkan. Apakah orangtua selama ini tidak memikirkan soal pembiayaan. Sebab, sekolah swasta pasti lebih mahal namun mereka tetap semangat menyekolahkan anaknya di sana.
“Faktanya memang begitu. PR-nya sekolah-selolah negeri harus memberikan daya pikat yang luarbiasa, sehingga orangtua mau mau menyekolahkan anaknya disana,” pungkasnya.