LINTASJATIM.com, Ponorogo – SDN 1 Ngrogung, Kecamatan Ngebel hanya mendapat 1 siswa baru pada tahun ajaran ini. Meski begitu, siswa tetap ditempatkan di kelas satu.
Siswa itu bernama Attaya Masita Widya Ningtyas (7), dia tampak berani mengikuti pelajaran meski sendirian di dalam kelas.
“Nggak apa-apa, nggak ada teman. Sama bu guru,” tutur Attaya kepada wartawan, Kamis (14/7/2022).
Attaya tampak belajar membaca dan menulis ditemani satu guru kelas. Dia terlihat santai meski tidak ada teman di satu ruangan itu.
Saat jam istirahat pun, Attaya tampak membaur dengan kakak kelasnya. Apalagi Attaya sendiri punya kakak kandung yang sedang duduk di kelas 6.
“Kalau sendiri takut, tapi ada bu guru. Nggak apa-apa,” kata Attaya.
Sementara, guru kelas Nur Setyowati menambahkan, pihaknya memang baru menerima satu siswa. Pihak sekolah tetap berupaya mencari siswa lain dengan mendatangi para wali murid.
“Kendala kami pertama, jumlah penduduk di Dukuh Ngrogung ini sedikit, anak usia sekolah pun cuma 4 anak. Yang mau sekolah di sini cuma 1 anak, yang lain mencari sekolah yang siswanya banyak. Apalagi ada 3 SD. SDN 1, 2, dan 3 Ngrogung,” ujar Nur.
Padahal menurutnya, prestasi sekolahnya tak kalah bagus dari sekolah lain. Tiap kali kecamatan Ngebel menggelar perlombaan, SDN 1 Ngrogung selalu mendulang prestasi.
“Kami prestasi banyak, musahabah Qur’an dan tembang macapat selalu dapat juara. Kami juga meningkatkan ekstrakurikuler tari dan gong untuk menarik minat siswa,” kata Nur.
Ia pun menyampaikan, pada 2021 lalu hanya ada 6 siswa di kelas 1. Pihaknya berharap ada kebijakan dari pemkab agar ada perhatian khusus terkait masalah ini.
Sementara, Sekretaris Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Soiran menambahkan, dari 589 sekolah ada 3 sekolah yang mendapat 1 siswa dan 12 sekolah mendapat 2 siswa.
“Data di PPDB, yang mendapat 1 siswa SDN Jalen, Balong, SDN Bringinan, Jambon, dan SDN Ngrogung, Ngebel,” jelas Soiran.
Soiran pun berharap, jika sekolah yang dituju sedikit, maka kebijakan orang tua bisa menitipkan ke sekolah terdekat.
Kalau sekolah di tempat itu, konsekuensinya kalau kurang dari 3 siswa kelas yang ada tidak terakomodir di dapodik sehingga guru yang mengajar tak terdaftar di dapodik.
“Angka kelahiran sedikit, program KB berhasil. Sehingga, usia SD, SMP semakin tahun menurun,” pungkas Soiran.