LINTASJATIM.com, Jakarta – Kasus Covid-19 di Indonesia semakin melonjak. Wacana PPKM darurat dikemukakan pemerintah dengan membuat kebijakan push and pull.
Saran tersebut datang dari guru besar bidang sosiologi bencana dari Universitas Teknologi Nanyang Singapura, Prof Sulfikar Amir. Saran push and pull itu sudah ia kemukakan sejak Januari 2021.
“Januari kemarin saya usulin ini (push and pull) ke pemerintah pas kasus tinggi,” kata Sulfikar Amir saat dihubungi, Selasa (29/6/2021).
Dia menyodorkan gambar diagram yang menggambarkan mekanisme kebijakan push and pullini. Yang dimaksud dengan push ialah beberapa tindakan menekan pergerakan masyarakat. Beberapa di antaranya menghentikan pergerakan manusia antara kota, 100 persen full WFH untuk sektor swasta, 80 persen untuk sektor publik, aktivitas belajar online 100 persen, no dine in (makan di tempat), hingga penutupan mall dan fasilitas publik.
Sedangkan pull terdiri atas testing dinaikkan 5 kali lipat dari sekarang (80 persen untuk pelacakan kasus), ratio tracing menjadi 1:30, pembentukan laskar pelacak, penggunaan sistem digital untuk pelacakan kasus hingga pengadaan fasilitas isolasi di setiap kelurahan.
Sulfikar mengatakan sarannya tersebut masih relevan hingga sekarang. Bahkan, menurutnya, sarannya itu lebih ketat ketimbang PPKM darurat.
“Masih (relevan). Bahkan mungkin lebih ketat dari PPKM darurat. Pemerintah sepertinya mencoba nego dengan Corona (Covid-19). Pengetatan sedikit-sedikit. Padahal cost-nya lebih gede,” tuturnya.
Wacana PPKM Darurat
Sebelumnya, berdasarkan beberapa informasi pada Selasa (29/6/2021), PPKM darurat ini diusulkan berlaku pada 2-15 Juli 2021. Sejumlah sektor diperketat di antaranya WFH 100 persen, restoran delivery only, dan 25 persen kapasitas mal.
Kegiatan olahraga, sosial, budaya, dan politik yang melibatkan banyak orang juga dilarang. Namun PPKM darurat ini tidak berlaku di semua daerah, hanya diberlakukan di kabupaten/kota di Jawa dan Bali yang mendapatkan skor level 3 dan 4 berdasarkan metode penilaian laju penularan kapasitas respons dari WHO.
Poin lain dalam usulan skema PPKM darurat itu adalah alokasi 70 persen vaksin diprioritaskan di daerah-daerah dengan kasus dan mobilitas tinggi. Selain itu, jumlah testing terus ditingkatkan hingga 450 ribu per hari.
Kabar mengenai usulan PPKM darurat ini belum disampaikan secara resmi oleh pemerintah. Namun, berdasarkan informasi, opsi PPKM darurat ini telah sampai ke lingkar Istana. Opsi ini masih dikaji, baik dari diksi penamaan maupun substansi ketentuan-ketentuan di dalamnya.
Sementara itu, Waketum PPP, Arsul Sani mengaku mendengar kabar pemerintah sedang menyiapkan kebijakan pembatasan yang lebih ketat. Menurut Arsul, kebijakan itu bakal seperti PSBB dulu.
“Saya tidak tahu persis apa hari ini memang ada pembahasan itu. Tetapi yang saya tahu pemerintah memang sedang siapkan kebijakan yang lebih ketat seperti PSBB dulu jika memang PPKM sampai dengan akhir minggu ini tidak bisa menurunkan angka keterpaparan COVID,” kata Arsul, Selasa (29/6/2021).
Namun Arsul belum bisa memastikan istilah pembatasan ketat yang digunakan pemerintah. Menurutnya, apa pun istilahnya, substansi kebijakanlah yang lebih penting.
“Tapi apalah arti sebuah nama? Yang penting kita lihat substansi pengaturannya,” tandasnya.