LINTASJATIM.com, Jakarta – Kongres Luar Biasa (KLB) dinilai memiliki agenda terselubung dibalik sekedar kegigihan sejumlah mantan kader Partai Demokrat untuk tetap melakukan KLB.
Disebut illegal karena tidak memenuhi syarat-syarat AD/ART Partai Demokrat yang sah. Sejumlah pengamat menduga ada upaya melemahkan oposisi untuk memuluskan sejumlah agenda politik termasuk presiden tiga periode.
Demikian analisa sejumlah pengamat dan akademisi menanggapi makin santernya berita KLB illegal yang mengatasnamakan Partai Demokrat.
“Saya heran dengan ngototnya upaya melakukan KLB illegal oleh mantan-mantan kader Demokrat walaupun jelas menyalahi AD/ART partai yang legal,” kata pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun.
“Realitas itu memungkinkan dugaan bahwa KLB Ilegal itu ada apa-apanya, dan muncul dugaan kuat yang makin diketahui publik siapa sesungguhnya dibalik para mantan kader ini,” lanjut Ubedilah.
“Yang jelas, ini terlihat sebagai upaya yang sistematis dan cukup masif untuk melemahkan Partai Demokrat yang notabene berada di luar pemerintahan dan selama ini tidak segan menolak kebijakan pemerintah, seperti kejadian walk out saat menolak RUU Ciptaker September lalu,” ujar pengamat politik yang juga penulis buku penting Sistem Politik Indonesia ini.
Ubedilah, mantan pentolan aktivis mahasiswa ’98 ini kemudian melanjutkan, “Kalau kita analisis siapa yang paling diuntungkan dengan melemahnya oposisi seperti Partai Demokrat, lalu kita hubungkan dengan pencapresan 2024, kita bisa melihat benang merahnya”.
Terus disebutnya Moeldoko dalam isu KLB ilegal juga menimbulkan pertanyaan. Teguran Presiden Jokowi pada Kepala KSP Moeldoko agar tidak turut campur dalam urusan internal, terkesan diabaikan.
“Sebagai orang dekat Presiden, pak Moeldoko harusnya patuh, tunduk dan taat pada Bapak Presiden. Jika memang tidak terlibat, harusnya pak Moeldoko keberatan namanya terus dibawa-bawa dalam kisruh KLB ilegal ini,” kata Ubedillah mempertanyakan.
Analisa serupa dikemukakan Syarwi Pangi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Research Center and Consulting. “Analisa siapa yang paling diuntungkan dari sebuah rekayasa politik bisa membantu kita memetakan aktor sebenarnya yang terlibat, yang sering kali luput dari pengamatan yang bersifat permukaan,” papar Pangi yang akrab dipanggil Ipang ini.
“Dalam kasus KLB ilegal ini, tidak ada yang diuntungkan oleh melemahnya oposisi seperti Partai Demokrat kecuali rezim yang berkuasa, apalagi jika bercampur dengan kepentingan pribadi tokoh non partai untuk mencari kendaraan politik pada tahun 2024,” tambahnya.
Pangi mengingatkan bahwa dalam dua kali pernyataan persnya, Kepala KSP Moeldoko sudah menegaskan komitmen untuk tidak ikut campur urusan Partai Demokrat. “Jika memang pak Moeldoko tidak terlibat, jangan biarkan namanya terus dibawa-bawa oleh pengusung KLB ilegal ini,” tandas Pangi.
Baik Ubedilah Badrun maupun Pangi Syarwi sepakat bahwa upaya KLB illegal Partai Demokrat bukanlah semata-mata persoalan Partai Demokrat, tapi bentuk yang telanjang dan intervensi kekuasaan untuk melemahkan oposisi, apalagi jika bercampur dengan ambisi politik pribadi tokoh tertentu untuk menyongsong pemilu 2024.
Mereka khawatir jika ini dibiarkan, kualitas demokrasi Indonesia yang sudah menurun akan makin memburuk. “Pola politik elit yang membelah partai oposisi ini sesungguhnya adalah bencana besar demokrasi, karena politik menjadi tidak sehat yang akan berdampak pada tidak sehatnya demokrasi” pungkas Ubedilah.