LINTASJATIM.com, Trenggalek – Perkembangan era industri 4.0 menghadirkan tantangan baru dalam perpajakan. Perusahaan digital seperti Google dan WhatsApp memperoleh keuntungan finansial dari tidak sedikit dari penggunaan internet di Indonesia, namun tetap tidak dikenai pajak karena minimnya regulasi.
Perlunya penelitian mendalam untuk mengusulkan kebijakan perpajakan baru bagi perusahaan digital seperti WhatsApp yang saat ini terbebas dari pajak di Indonesia.
Pasalnya, permasalahan perpajakan di era digital tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga sudah menjadi bahasan dalam pertemuan G20 di Jepang pada tahun 2019.
Lalu juga dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) membahas tantangan perpajakan di era digital.
Penelitian OECD menyoroti risiko kerugian pajak gegara Erosi Basis Pajak dan Pengalihan Keuntungan (BEPS) di negara-negara berkembang. Tak tanggung-tanggung bisa mencapai 200 miliar dolar AS per tahun. Alhasil, membutuhkan aturan perpajakan baru bagi perusahaan digital.
Potensi dan Tantangan Pajak Digital
Ketiadaan aturan perpajakan pada perusahaan digital menghilangkan potensi pendapatan negara yang seharusnya ada. Peraturan perpajakan saat ini tidak mencakup perusahaan digital sebagaimana mestinya karena biasanya objek pajak adalah Badan Usaha Tetap dengan kantor fisik.
Dampak positif dari transaksi e-commerce memberikan peluang perpajakan yang besar bagi pemerintah dengan banyaknya pelaku usaha dan transaksi yang dilakukan secara online. Penyusunan aturan pajak dan tata cara pembayaran pajak yang baru perlu disesuaikan dengan perkembangan era internet saat ini.
Regulasi Pajak Digital
Pemerintah merespons perkembangan e-commerce dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 yang mengatur perdagangan melalui sistem elektronik.
Pelaku usaha di toko online atau e-commerce wajib memiliki izin usaha, termasuk pelaku usaha dari luar negeri yang aktif bertransaksi dengan konsumen di Indonesia.
Pelaku usaha yang belum memiliki NPWP harus mendaftarkan diri, sedangkan yang memiliki omzet besar wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Sementara peraturan perpajakan dan implementasi dari Peraturan Menteri Keuangan mengenai perlakuan perpajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik bertujuan mendorong kepatuhan pajak dari pelaku bisnis online.
Survei dilakukan pada pelaku usaha yang melakukan perdagangan melalui sistem elektronik untuk mengetahui kesiapan mereka terhadap implementasi aturan pajak yang baru.
Kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan juga berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi, yang menunjukkan pentingnya kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.
Soal pajak digital sendiri adalah pajak yang dikenakan pada perusahaan teknologi informasi. Perusahaan-perusahaan digital seperti Google, Amazon, Facebook, Twitter, Instagram, dan lainnya menjadi sumber pajak baru yang dikejar oleh negara.
Perusahaan digital menggunakan internet dalam operasinya dan menyediakan layanan seperti pesan, e-commerce, mesin pencari, dan hiburan.
Sedangkan E-commerce merupakan aktivitas pertukaran barang atau jasa antara perusahaan dan konsumen secara elektronik. E-commerce memfasilitasi kebutuhan konsumen dengan produk yang memudahkan dan cepat.
Konsumen memilih e-commerce karena fiturnya yang memberikan kemudahan dan kebermanfaatan.
Mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 menjelaskan tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang transaksinya dilakukan secara elektronik.
PMSE memanfaatkan sistem digital untuk kegiatan perdagangan seperti iklan, penawaran, dan konfirmasi. Perusahaan digital harus mematuhi peraturan, termasuk pendaftaran, standar keamanan, dan memiliki izin usaha untuk beroperasi di e-commerce.
Kewajiban perpajakan bagi perusahaan asing yang melakukan PMSE di Indonesia harus memiliki kantor fisik sebagai perwakilan dan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.
Pelaku usaha, termasuk dari luar negeri, harus mematuhi kewajiban perpajakan yang diatur dalam peraturan pemerintah untuk menjaga kepatuhan pajak.
Peraturan Perpajakan E-commerce
Pelaku usaha dengan omzet tinggi wajib terdaftar sebagai PKP dan tunduk pada aturan pajak, terutama terkait PPN, pajak barang mewah, dan pajak penghasilan.
Kepatuhan wajib pajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku untuk meningkatkan penerimaan negara, namun hanya sebagian wajib pajak mematuhi aturan perpajakan.
Niat Membayar Pajak: Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kepatuhan pada aturan pemerintah, besaran pajak yang harus dibayarkan, dan tarif pajak yang berhubungan dengan penghindaran pajak.
Survei Kepatuhan Pajak: Sebuah survei dilakukan pada pelaku usaha e-commerce untuk mengukur niat mereka dalam membayar pajak sebagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
Penulis melansir dari data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menganalisis potensi pajak dari sektor ekonomi digital, seperti Over-The-Top (OTT), memiliki kontribusi besar terhadap pendapatan negara, mencapai Rp 15 triliun per tahun.
Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan solusi untuk mengenakan pajak pada perusahaan digital tanpa mengubah sistem yang ada, serta memberikan kontribusi pada transaksi lintas negara dengan prinsip destinasi.
Mekanisme supplier collection, di mana pemungutan PPN dilakukan oleh supplier asing dengan omzet tertentu, telah dijalankan oleh beberapa negara di OECD, Uni Eropa, Rusia, India, dan Afrika Selatan.
Maka, diperlukan revisi Undang-Undang PPN Pasal 3A ayat 3 terkait consumer collection agar kebijakan PPN untuk sektor OTT dapat optimal diimplementasikan di Indonesia.
Pun juga pendapat Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo. Mengaku mekanisme yang tepat untuk diterapkan adalahsupplier collection. Artinya, pemungutan PPN dilakukan oleh supplier asing yang memiliki omzet melebihi Rp 4,8 miliar.
Yustinus menambahkan potensi pasar digital diperkirakan mencapai USD 130 miliar pada 2020. Ini memberikan peluang besar bagi investor dan mendorong pemerintah untuk merespon perubahan di industri 4.0 dengan cepat. Sebagai bentuk keadilan bahwa negara harus memperoleh haknya karena perusahaan mendapatkan manfaat dari aktivitas bisnis di Indonesia.
Tantangan Perpajakan di Era Digital
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghimpun pajak dari perusahaan digital adalah dengan mendesain dan merumuskan kebijakan baru yang sesuai. Pemerintah perlu mendefinisikan kembali bentuk usaha tetap (BUT) menjadi lebih luas.
BUT yang selama ini harus berbentuk fisik harus diperluas dengan mempertimbangkan kompleksitas struktur digital sebuah perusahaan.
Banyak perusahaan digital yang berasal dari luar negeri dan beroperasi di dalam negeri tetapi tidak memiliki kantor fisik di Indonesia.
Bila mengacu pada definisi lama BUT, maka perusahaan seperti ini tidak dapat dikenakan pajak. Oleh karena itu redefinisi diperlukan untuk menarik objek pajak baru. Selain itu, pemerintah perlu memperhatikan signifikansi dari kehadiran sebuah perusahaan digital.
Perusahaan digital yang memiliki user banyak telah banyakmenerima manfaat keuangan dari beroperasinya di Indonesia. Seharusnya dilakukan peritungan kuantitatif dari manfaat tersebut.
Sebagai upaya nyata yang dilakukan pemerintah adalah dengan merencanakan akan membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan.
Hal ini dilakukan untuk Penguatan Perekonomian yang dilakukan dengan membuat kebijakan-kebijakan sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dari sektor perpajakan.
Banyak negara yang masih sulit mengatur kebijakan perpajakan untuk perusahaan digital. Pengenaan pajak untuk sektor OTT tidak dapat menggunakan aturan dalam pajak penghasilan (PPh).
Hal ini dikarenakan pengenaan pajak penghasilan lintas negara masih berpedoman pada keberadaan fisik perusahaan di Indonesia. Padahal, era sekarang menunjukkan bahwa praktik bisnis sudah berubah.
Perusahaan asing tidak perlu mendirikan perusahaan secara fisik di Indonesia untuk dapat melakukan aktivitas bisnis. Oleh sebab itu, pemerintah sedang melakukan pembahasan untuk mengatasi masalah tersebut.
Melalui potensi yang sangat besar pajak di era digital. Indonesia mampu semakin berdaya. Rakyat sejahtera.
Sumber:
- Marlina, 2020. Potensi dan Tantangan Pajak Digital. Jurnal Optimum Vol. 10.
- PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
- PMK Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-commerce).