Era New Normal, Perekonomian Pesat atau Terpental?

Rut Sri Wahyuningsih-Era New Normal, Perekonomian Pesat atau Terpental?
Rut Sri Wahyuningsih-Era New Normal, Perekonomian Pesat atau Terpental?

Oleh
Rut Sri Wahyuningsih*‪

Pjs Bupati Sidoarjo, Hudiyono mengatakan peluang dan tantangan pertumbuhan ekonomi dan bisnis di era new normal diyakini akan berjalan dengan baik di Kabupaten Sidoarjo. Bahkan kemungkinan bisa pesat.

Bacaan Lainnya

Hal itulah yang disampaikan dalam acara seminar Economic Outlook 2021, membahas peluang dan tantangan bisnis serta strategi di sektor finansial, manufaktur, dan jasa dalam menjaga pertumbuhan di era new normal yang digelar di Rabu, 18 November 2020.

“Kita jangan sampai terjebak pada pertumbuhan ekonomi yang sudah bagus ini. Kelas middle income kita sudah tinggi. Pertumbuhan ekonomi kita rata-rata diatas provinsi Jatim dan nasional,” katanya.

Hudiyono pun ingin atmosfer ekonomi benar-benar tumbuh sampai sektor riil. Dengan indikator pendapatan  perkapita Sidoarjo yang mencapai Rp 94 juta per tahun,  kesenjangan kaya dan miskin diangka 0,7 persen, pertumbuhan penduduk mampu ditekan hingga 1,8 persen.

Kemudian ekspor antar kabupaten, provinsi dan negara posisi Sidoarjo termasuk tinggi karena merupakan daerah industri dan  SDM Sidoarjo yang rata-rata berpendidikan S1 sedangkan Jawa Timur kebanyakan masih SMP (FaktualNews.co, 18/11/2020).

Pertanyaannya benarkah dengan semua indikator yang dimiliki Sidoarjo yang menandakan bagusnya pertumbuhan ekonomi Sidoarjo akan mampu membawa kepada kesejahteraan bagi setiap individu masyarakatnya?

Sebab seharusnya semakin maju perekonomian maka kondisi rakyat akan semakin baik. Tak lagi ditemukan penekanan kesenjangan sosial, penekanan pertumbuhan penduduk, pelayanan kesehatan yang buruk, kerusakan moral,  keamanan terjamin dan pendidikan yang terjangkau.

Terutama di era pandemi yang kemudian diklaim new era, kesannya malah dipaksakan. Alih-alih tak ingin ekonomi terpuruk bahkan merembet kepada resesi jumlah pasien positif Cobid-19 semakin banyak. Hanya karena tak dikabarkan gugus penanganan Covid-19 bukan berarti virus ini telah benar-benar lenyap dari bumi Sidoarjo.

Kapitalisme yang mendasari sistem perekonomian hari ini memang menitikberatkan kemajuan perekonomian pada dua hal, yaitu produksi dan konsumsi. Maka wajar jika kesejahteraan hanya dihitung dari angka pendapatan perkapita. Dimana rumusnya adalah total pendapatan masyarakat di suatu tempat dibagi dengan jumlah penduduknya.

Jelas tak menggambarkan kesejahteraan hakiki, sebab, dalam satu tempat tak mungkin pendapatan semua warganya sama. Faktanya kemampuan bekerja meski seprofesi juga berbeda. Akhirnya yang terjadi justru mereka yang berpendapatan tinggi “mensubsidi angka” mereka yang berpendapatan rendah.

Dan hal itu samasekali tak menggambarkan kesejahteraan, sebab subsidi itu tidak real, hanya sebatas angka dalam rumus. Solusinya adalah kembali kepada Islam, dimana negara nyata hadir dalam menjamin kesejahteraan secara individu.

Ekonomi akan dijalankan tidak sekedar pada faktor produksi dan konsumsi saja. Namun juga distribusi, hingga menjamin setiap individu mampu mengaksesnya. Wallahu a’ lam bish showab.

Identitas Penulis
*Penulis adalah Anggota Institut Literasi dan Peradaban.

_____________________

**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)

Pos terkait