Oleh
Ummu Aqila Sakha*
Peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah kerap dirayakan dengan berbagai cara oleh umat islam di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, Indonesia pun tak pernah absen dalam merayakan Maulid Nabi SAW. Hal ini sebagai wujud rasa cinta yang begitu besar kepada baginda Nabi SAW, Rasul dan teladan bagi seluruh umat Islam.
Banyak hal yang dilakukan dalam merayakan Maulid Nabi SAW, tradisi unik di Desa Sologodek, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo misalnya menggelar tradisi ‘Rebu’en’ untuk merayakan Maulid Nabi Atau tradisi berebut aneka bahan makanan hingga peralatan salat pada kamis (29/10/2020) malam.
Menurut Wahid Nurrahman, tokoh masyarakat desa setempat, tradisi semacam ini sudah turun temurun sejak ratusan tahun lalu. Tradisi Rebu’en ini merupakan gambaran kekompakan warga Muslim di Kabupaten Probolinggo.
“Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW, biasa warga menyebut Tradisi Rebu’en atau berebut. Sudah lama dipersiapkan kegiatan Muludan. Dan uniknya barang bergelantungan menjadi rebutan warga selesai pembacaan selawat. Yang direbutkan beraneka macam hasil swadaya masyarakat. Modal cukup besar dan menggambarkan kekompakan Muslim di Kabupaten Probolinggo. Dan ketauladanan Nabi Besar Muhammad SAW,” ujarnya. (detik.com jum’at 30/10/2020).
Berbagai macam kegiatan perayaan yang berbeda dilakukan disetiap wilayah Indonesia. Akan tetapi, diharapkan euforia perayaan maulid Nabi ini tidak hanya sekedar perayaan saja. Karena diantara bentuk cinta Nabi SAW itu adalah memaknai Maulid Nabi SAW dengan sebenar-benarnya.
Bukan sekedar bersalawat atau menyebut namanya dalam doa, tapi juga mengikuti seluruh petunjuk risalahnya. Karena cinta hakikatnya adalah Allah dan RasulNya. Sebab, kecintaaan kepada Allah dan RasulNya akan menghantarkan manusia pada jalan kebenaran.
Saat seorang hamba mengedepankan cintanya kepada Allah dan RasulNya, sejatinya ia telah berjalan menuju Surga. Sebab, kecintaaannya kepada Allah dan RasulNya mampu mencegahnya berbuat mungkar. Tentu saja ini bukan sembarang cinta. Yang hanya terucap dari lisan, tapi nihil dalam perbuatan.
Cinta itu mencinta tanpa lelah. Cinta itu membutuhkan komitmen ketaatan. Cinta Allah dan RasulNya wajib diutamakan. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian“. (QS. Ali Imron: 31).
Selain itu, bahwa wujud cinta atau esensi memperingati Maulid Nabi ialah mengikuti apa saja yang pernah dilakukan oleh Rasul SAW sepanjang hidup yakni dengan mengikuti syariat sebagai risalahnya. Oleh karena itu, dibutuhkan action sebagaimana meneladani Rasulullah SAW dalam setiap perkataan, perbuatan dan diamnya Rasulullah SAW.
Disisi lain, Umat Islam juga harus paham, bahwa diutusnya Rasul SAW ke muka bumi membawa risalah Islam untuk disebarkan ke seluruh alam. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (TQS. At Taubah: 33).
Meyakini bahwa Rasul adalah utusan Allah SWT, diutus ke dunia membawa risalah Islam untuk dimenangkan atas segala agama. Oleh karenanya Rasul SAW, melakukan aktivitas dakwah sepanjang hayat. Karena hanya dengan aktivitas dakwah lah risalah Islam bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia dan bisa dimenangkan atas izin Allah. Sejarah mencatat, awal mula risalah Islam di Mekkah, lalu tersebar ke Madinah dan Jazirah Arab.
Dilanjutkan oleh para sahabat, terutama di masa Umar RA. Islam berkembang begitu pesat. Wilayah kekuasaan Islam mulai dari Mesopotamia, Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara, Armenia, serta sebagian wilayah Persia. Hal ini karena para sahabat mengikuti jejak Rasul SAW dalam berdakwah menyebarkan Islam. Jika aktivitas dakwah tak dilanjutkan oleh para sahabat dan khalifah setelahnya, maka bagaimana Islam bisa tersebar luas hingga di masa Utsmaniyah menguasai hampir 2/3 belahan dunia.
Keteladanan Rasulullah SAW mengajarkan kepemimpinan luhur dengan mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshar dalam satu ikatan akidah Islam yang kokoh. Rasulullah SAW menyemat pesan hijrahnya bahwa Islam akan tegak bersama orang-orang yang ikhlas dan rela berkorban.
Rasulullah SAW selalu berikhtiar dalam memenangkan agama Allah SWT.
Tak hanya itu, Rasulullah SAW pun memberi teladan sebagai individu, berkeluarga, bersosial dan juga mengajarkan berpolitik dan bernegara sesuai tuntunan Islam. Rasulullah SAW memberi keteladanan tentang keberagaman tanpa menyalahi syariat Islam. Hal itu tercermin dari isi piagam Madinah. Menyatu tanpa mencampuradukkan ajaran Islam dengan selainnya.
Sebagai kepala negara di Madinah, Rasulullah menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Hal itu tertuang nyata di dalam Shahîfah atau Watsîqah al-Madînah (Piagam Madinah): “Bilamana kalian berselisih dalam suatu perkara, tempat kembali (keputusan)-nya adalah kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan kepada Muhammad saw…Apapun yang terjadi di antara pihak-pihak yang menyepakati piagam ini, berupa suatu kasus atau persengketaan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, tempat kembali (keputusan)-nya adalah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan kepada Muhammad Rasulullah saw.” (Ibnu Hisyam, As-Sîrah an-Nabawiyyah, I/503-504).
Oleh karena itu, memperingati Maulid Nabi SAW memang seharusnya dimaknai secara mendalam. Agar peringatan Maulid tak sekadar seremonial tahunan yang kosong makna. Maulid Nabi SAW harus benar-benar jadi momentum untuk mewujudkan cinta kepada Baginda Nabi SAW dengan mengikuti jejaknya dalam berdakwah, mencintai Syariah sebagai risalah tanpa tapi dan tanpa nanti. Wallahu’alam….