Giliran Pejuang Pendidikan Meregang Nyawa di Tangan Corona

Rut Sri Wahyu Ningsih-Giliran Pejuang Pendidikan Meregang Nyawa di Tangan Corona
Rut Sri Wahyu Ningsih-Giliran Pejuang Pendidikan Meregang Nyawa di Tangan Corona

Oleh
Rut Sri Wahyuningsih*

Pandemi Covid-19 belum juga terkalahkan. Setelah Nakes meregang nyawa di rumah sakit berbagai daerah kini giliran para pendidik, guru. Sebelumnya memang sudah gugur sejumlah guru, namun jumlah itu hingga hari ini sepertinya akan terus bertambah.

Bacaan Lainnya

Sekitar 35 orang guru dan tenaga kependidikan di Surabaya dilaporkan telah meninggal dunia. Penyebabnya dipastikan positiv Covid-19. Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi membenarkan berita itu. Meski mengaku belum memiliki data yang pasti siapa saja dari 35 orang yang gugur itu.

Menurut Unifah, penyebab begitu banyaknya korban dari guru dan tenaga kependidikan adalah Diknas Pendidikan kurang cermat dalam membuat kebijakan. Di tengah pandemi, saat murid libur jelang tahun ajaran baru, guru-guru tetap masuk. Bahkan wajib.

Untuk itu Unifah meminta kepada pemerintah daerah untuk memberlakukan Work From Home ( WFH) dan usulan itu sudah disetujui Tri Rismaharini. Mengapresiasi keseriusan Walikota Surabaya, Tri Risma, Unifah berharap semua pemerintah daerah yang lain juga mengikuti apa yang dilakukan Pemkot Surabaya. Agar penyebaran Virus terhenti (Tirto.id, 20/8/2020).

Surabaya dan sekitarnya memang dalam Minggu ini kembali masuk zona merah. Hal ini disampaikan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Timur. Artinya Kota Surabaya kembali berisiko tinggi penularan setelah sempat zona jingga atau berisiko sedang selama sembilan hari.

Anggota Gugus Kuratif Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim Makhyan Jibril membenarkan hal tersebut dan telah ditampilkan pada laman Satgas Covid-19 Pusat di https://covid19.go.id/peta-risiko.

”Surabaya dari sebelumnya sempat zona oranye (jingga), sekarang kembali menjadi merah. Otomatis Satgas Covid-19 Jatim juga mengikuti. Karena zona itu kewenangan pusat,” ujar Makhyan Jibril.

Selain Kota Surabaya, daerah yang berstatus zona merah lainnya adalah Kabupaten Sidoarjo. Berdasar data pada Rabu (19/8), di Surabaya jumlah kasus baru mencapai 120 orang, sembuh 195 orang, dan meninggal dunia enam orang. Sedangkan, di Sidoarjo jumlah kasus baru mencapai 63 orang, sembuh 50 orang, dan meninggal dunia enam orang.

Memang nasi sudah menjadi bubur, jika saja sejak awal pemerintah telah mewaspadai penularan ini dengan melakukan pemisahan mereka yang sakit dan sehat, tentu dampaknya akan bisa diminimalisir sejak dini. Namun apa lacur, sejak awal terdeteksi ada pasien positif, pemerintah justru membayar ambasador wisata guna mengkampanyekan Indonesia aman dari Covid-19.

Setelahnya masih banyak kebijakan yang menohok jantung rakyat berkali-kali, dengan adanya kelangkaan masker dan disinfektan yang ternyata akibat diekpor ke negara lain, tes Rapid dan SWAB yang dikapitalisasi dengan Mark up harga berlebihan juga tidak gratis dari negara, kalung Eucaplityus penyembuh Corona yang ternyata proyek abal-abal dengan perusahaan Jepang.

Kali ini, penentuan warna zona juga mutlak diatur pusat. Yang artinya pemerintah itu sendiri. Jika diikuti dengan penanganan  yang efektif setelah penetapan tentu tak seberapa kecewa. Namun, faktanya hanyalah mengubah warna zona, tanpa tahu data secara akurat apakah benar di daerah sudah layak berganti warna zona.

Dan inilah hasilnya area positif Corona meluas, masyarakat banyak yang meninggal, bahkan nakes, guru dan tenaga kependidikanpun ikut menjadi tumbal abainya pelayanan negara. Sampai kapan rakyat terus mengalami kedzaliman ini? Bukankah Rasulullah berdoa, “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia.” (HR Muslim dan Ahmad).

Doa Rasulullah di atas menyiratkan dua tipikal pejabat, yaitu pejabat yang menyusahkan rakyatnya dan ada pula yang memudahkan mereka.

Pejabat yang memudahkan rakyatnya akan mendapatkan doa kemudahan dari beliau. Sebaliknya, pejabat yang menyusahkan rakyatnya akan mendapatkan doa supaya ia disusahkan. Kemudahan dan kesusahan yang dimaksud dalam hadis tadi bersifat umum, mencakup dunia-akhirat. Mestinya merekalah yang lebih dulu menunjukkan kemusliman mereka dengan meriayah umat . Bukan yang lain. Wallahu a’ lam bish showab

Identitas Penulis
*Penulis adalah Anggota Institut Literasi dan Peradaban.

**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)

Pos terkait